Bisnis.com, JAKARTA – Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok serta dewan komisaris lainnya didorong untuk menelisik semua informasi dugaan proses penyimpangan seiring adanya beberapa kejanggalan dalam tahapan proses pra-kualifikasi tender proyek pembangunan komplek olefin dan polyolefin milik PT Pertamina (Persero) di Tuban, Jawa Timur.
Pengamat migas nasional yang juga Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan hal itu disebabkan berpotensi akan membawa dampak buruk bagi Pertamina di kemudian hari, apalagi TPPI Olefin ini merupakan bagian proyek strategis nasional pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sebagaimana diketahui, anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), akan membangun pabrik petrokimia yang berlokasi di Tuban, Jawa Timur. Proyek dengan sebutan TPPI Olefin Complex ini bakal memproduksi high density polyethylene (HDPE), low density polyethylene (LDPE), dan polipropilena (PP).
Dia menduga, terdapat kejanggalan dengan masuknya perusahaan konstruksi asal Korea Selatan, Hyundai Engineering Co Ltd dalam proses pra-kualifikasi lelang (tender) proyek pembangunan komplek olefin dan polyolefin milik PT Pertamina (Persero) di Tuban, Jawa Timur.
Selain itu, menurut Yusri, proses awal lelang tender tersebut juga dinilai telah melanggar Peraturan Menteri BUMN Nomor Per 08 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan BUMN merusak prinsip good corporate governance (GCG).
“Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina harus melawan mafia migas di balik kejanggalan kemenangan Hyundai,” lanjut Yuri, Kamis (1/10/2020).
Mengutip dari cuplikan video yang dibuat dan telah disebar oleh Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bahwa pembangunan kilang itu seperti balapan mobil Formula 1 yang notabene harus dikendarai oleh pembalap professional yang sudah sudah teruji dan memiliki jam terbang tinggi, maka sopir gokart maupun mikrolet sebaiknya tidak perlu memaksakan diri.
“Ingatlah pesan Komisaris Utama PT Pertamina, bahwa pembalap Formula 2 saja tidak diperkenankan ikut balapan Formula 1, apalagi level supir mikrolet kok mau ikut balap mobil Formula 1,” tegasnya.
“Kalau mau ikut balap mobil Formula 1, jangan pilih supir yang biasa bawa mikrolet, karena bisa berpontesi berbahaya, jangankan mengharap menang, bisa menyelesaikan perlombaan sampai putaran terakhir saja sudah bagus,” tambahnya.
Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mencatat ada empat kejanggalan dalam proses awal lelang tender proyek senilai Rp50 triliun ini. Keempat kejanggalan tersebut yakni Hyundai Engineering tidak pernah menggarap proyek (EPC), anggota konsorsium Hyundai yaitu Saipem SpA tidak memiliki pengalaman proyek untuk pekerjaan FEED olefin cracker, Pertamina mengubah isi pra-kualifikasi (PQ) dan mengizinkan penambahan anggota konsorsium setelah pengumuman kelulusan, dan technical evaluation criteria tidak diberikan kepada bidders.
Adapun, proses tender DBC Olefin TPPI Tuban diikuti oleh empat konsorsium internasional, yang terdiri dari konsorsium Daelim Industrial-Wijaya Karya-McDermott Indonesia (Konsorsium Daelim) dan JO Hyundai Engineering Co–Saipem SpA–Rekayasa Industri–PT Enviromate Technology International (JO Hyundai Engineering Co).
Kemudian, konsorsium GS E&C–Adhi Karya–Technimont SpA (Konsorsium GS E&C) dan Konsorsium Technip–Tripatra–Samsung Engineering (Konsorsium Technip). Proses tender tersebut telah meloloskan dua konsorsium sebagai penawar terbaik yaitu JO Hyundai Engineering Co dan konsorsium Technip.