Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, bahwa target penambahan penerimaan negara 2022 terlalu tinggi. Pemerintah terlalu optimistis bahwa penerimaan negara tahun depan bakal mencapai Rp2.000 triliun, lebih tinggi Rp154 triliun dari target APBN.
Pernyataan itu merupakan respons Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad terhadap penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang meyakini penerimaan negara tahun depan dapat menembus Rp2.000 triliun.
Menurut Tauhid, berdasarkan data Kementerian Keuangan yang diperolehnya, proyeksi penambahan penerimaan negara tahun depan adalah Rp139,3 triliun. Penambahan itu berasal dari penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan reformasi perpajakan.
Berdasarkan Rancangan APBN (RAPBN) 2022, target penerimaan negara adalah Rp1.846,1 triliun. Artinya, jika ditambah dengan proyeksi Kemenkeu, total penerimaan negara menjadi sebesar Rp1.985,4 triliun.
"Penambahan [penerimaan negara] Rp139 triliun, Rp150 triliun itu terlalu optimistis, uncertainty kita masih tinggi akibat Covid-19," ujar Tauhid kepada Bisnis, Kamis (2/12/2021).
Dia pun menjelaskan, bahwa asumsi Kemenkeu dapat meleset akibat dua faktor utama. Pertama, jika target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada tahun depan tidak tercapai, sehingga akan membuat penerimaan negara lebih rendah dari target.
Baca Juga
Indef memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2022 masih berada di kisaran 4,3 persen. Menurut Tauhid, hal tersebut berkaitan dengan faktor selanjutnya yang menjadi kendala penerimaan negara.
Kedua, ancaman varian baru Covid-19 Omicron yang bisa menghambat aktivitas ekonomi. Menurut Tauhid, semua pihak tentu tidak ingin varian baru itu menyebar di Indonesia, tetapi pemerintah harus meningkatkan kewaspadaan atas ancaman tersebut.
"Jangan sampai kita kecolongan, tau-tau [Omicron] sudah banyak menyebar [di Indonesia], otomatis itu akan memengaruhi dunia usaha dan persepsi konsumen. Kalau kita kena [penyebaran Omicron], sudah itu meleset target penerimaan," ujarnya.
Tauhid menilai bahwa pemerintah harus menangani pandemi Covid-19 dengan serius dan belajar dari pengalaman pahit saat varian delta menyebar. Tidak maksimalnya penanganan pandemi membuat banyak nyawa melayang, pasien yang sakit, dan ekonomi pun terganggu.
"Kuncinya tetap di penanganan pandemi," ujar Tauhid.
Sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan optimistis bahwa penerimaan negara pada 2022 dapat menembus Rp2.000 triliun, melebihi target dalam rancangan APBN. Menurutnya, optimisme itu didasari oleh sejumlah faktor, khususnya kondisi perekonomian yang terus pulih.
Berlakunya UU HPP pun akan menopang pendapatan negara, misalnya dengan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan berlakunya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) akan meningkatkan penerimaan perpajakan.
"Insya Allah [pendapatan negara] bisa tembus Rp2.000 triliun. Karena ini [penerimaan negara dalam APBN 2022] belum memasukkan [asumsi berlakunya] kenaikan PPN dan PPS," ujar Sri Mulyani dalam wawancara khusus bersama Bisnis Indonesia, Kamis (2/12/2021).
Pada tahun depan, pemerintah merancang penerimaan dalam APBN senilai Rp1.846 triliun. Pendapatan perpajakan mencakup 81,8 perse dari target itu, yakni senilai Rp1.510 triliun, lalu terdapat pendapatan negara bukan pajak Rp335 triliun (~18 persen), dan hibah Rp0,6 triliun (~0,2 persen).