Bisnis.com, JAKARTA – Secercah optimisme di tengah lesunya industri pengolahan Indonesia yang terindikasi dari kenaikan impor pupuk berbanding lurus dengan kinerja serta proyeksi korporasi di sektor terkait.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor pupuk Indonesia tercatat naik 12,78 persen secara month to month (mtm) dengan nilai US$45,1 juta. Volume impor pupuk pada periode tersebut tercatat naik 14,39 persen secara bulanan.
Indikasi geliat positif industri pupuk dalam negeri yang mengacu kepada kenaikan impor tersebut juga dikonfirmasi oleh pelaku industri.
Direktur Utama PT Saraswati Anugerah Makmur Tbk. [SAMF] mengaku optimistis kinerja perusahaan yang merupakan produsen pupuk nonsubsidi atau NPK premium akan membaik di sepanjang tahun ini.
"Kami optimistis. Sebab, Indonesia merupakan benchmark perdagangan pupuk dunia dengan kebutuhan agraria yang besar. Kebutuhan pupuk total, baik subsidi dan nonsubsidi, mencapai 27 juta ton per tahun," kata Yahya dalam acara public expose perseroan, Rabu (15/6/2022).
Lebih spesifik, data perusahaan menunjukkan potensi pasar pupuk di Indonesia mencapai 27,82 juta ton. Jika dirinci, potensi tersebut terdiri dari 19,56 juta ton pupuk subsidi dan 8,26 juta ton untuk pupuk nonsubsidi.
Rata-rata laju potensi pasar pupuk subsidi dalam negeri sebesar 1,08 - 3,2 persen per tahun. Sementara itu, rata-rata laju potensi pasar pupuk nonsubsidi sebesar 2,73 - 7,49 persen per tahun.
Secara lebih terperinci, potensi pasar pupuk nonsubsidi terdiri atas pupuk majemuk dengan kebutuhan sebesar 10,58 juta ton per tahun, dan pupuk tunggal sebesar 9,05 juta ton per tahun.
Dalam 5 tahun terakhir, potensi pasar pupuk nonsubsidi di Indonesia tercatat naik sekitar 42 persen dari 16,07 juta ton menjadi 27,82 juta ton.
Perusahaan sendiri, jelas Yahya, baru memiliki kapasitas produksi sebesar 600.000 ton per tahun. Tahun ini, sambungnya, SAMF menargetkan penambahan kapasitas produksi menjadi 700.000 ton per tahun.
"Dengan kata lain, potensi pasar yang bisa digarap masih sangat luas," ujarnya.
Sekadar informasi, kinerja industri pengolahan Indonesia pada Mei 2022 tercatat melambat. Industri pengolahan menjadi kontributor terbesar atas penurunan ekspor sektor nonmigas pada Mei 2022.
Data BPS menunjukkan ekspor industri pengolahan turun sebesar 25,93 persen secara bulanan dengan nilai US$14,14 miliar.