Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah harus memastikan pupuk yang disubsidi yakni Urea dan NPK dapat menjangkau petani secara merata. Sebab, kenaikan harga pupuk dan bahan bakar minyak (BBM) saat ini memberikan dampak besar pada ongkos pertanian.
Pengamat pertanian Khudori mengatakan tidak mudah memperkirakan dampak penyesuaian subsidi pupuk subsidi tersebut.
“Karena saya belum tahu apakah dengan penyesuaian ini membuat volume pupuk subsidi yang tersisa, yakni Urea dan NPK naik? Jika ya, peluang subsidi pupuk per petani untuk sembilan komoditas tersisa tentu semakin besar. Tapi ini kan asumsi,” ujar dia kepada Bisnis, Senin (18/7/2022).
Khudori mengatakan selama ini petani kerap kekurangan pupuk subsidi dan memaksa petani akhirnya membeli pupuk nonsubsidi. Di samping itu, ongkos produksi juga terjadi pada tenaga kerja sektor pertanian karena kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM.
“Perlu diwaspadai dampak kenaikan ini pada produksi pangan-pangan utama, terutama padi, jagung, dan kedelai sampai akhir tahun dan tahun depan. Kebijakan penyesuaian subsidi pupuk ini mestinya bukan akhir. Jika situasi berubah, perlu penyesuaian lagi,” tutur penulis buku Ekonomi Politik Industri Gula Rafinasi dan Ironi Negeri Beras tersebut.
Sebelumnya, pemerintah memangkas subsidi pupuk hanya pada urea dan NP saja. Selain itu, pemerintah memotong jumlah komoditas yang akan diberi pupuk subsidi dari 70 menjadi sembilan komoditas. Sembilan komoditas yang diberi pupuk subsidi terdiri dari tiga subsektor yaitu tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.
Baca Juga
Subsektor tanaman pangan terdiri dari padi, jagung, dan kedelai. Subsektor hortikultura terdiri dari cabai, bawang merah, dan bawang putih. Kemudian subsektor perkebunan terdiri dari tebu rakyat, kakao, dan kopi.
Hal itu seiring dengan keluarnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Sementara itu, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai berdasar kondisi lapangan, pemberian subsidi pupuk dengan pendekatan by name by address, justru tidak praktis dalam pelaksanaan.
“Karena sebagian besar lahan petani kita yang relatif kecil, ada ketidaksesuaian antara kemasan pupuk dengan kuota pupuk yang didapatkan petani, pendistribusian secara kolektif akan lebih mengefektifkan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pupuk,” ujar Henry kepada Bisnis, Senin (18/7/2022).
Henry menuturkan, digitalisasi ini sebenarnya sudah dilakukan, dengan adanya kartu tani. Namun masih ada kendala dilapangan, terutama dalam hal validitas data petani, luasan lahan, status lahan, komoditi, dan rencana kegiatan usaha tani yang dilakukan.