Bisnis.com, JAKARTA — Teori ekonomi faktanya tak melulu membahas terkait masalah keuangan seperti untung rugi, biaya, hingga investasi, namun juga membahas terkait perilaku manusia dari perspektif ekonomi, salah satunya terkait gagal move on.
Mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri menuturkan, pacaran adalah sebuah investasi. Sebagaimana layaknya investasi, ada biaya dan pengorbanan yang dikeluarkan, baik dalam bentuk waktu, perasaan, atau bahkan uang.
Menurutnya, semakin panjang periode pacaran berlangsung, semakin besar biaya yang dikeluarkan.
Menariknya, biaya yang telah dikeluarkan tak bisa ditarik kembali. Inilah yang di dalam ekonomi dikenal dengan fenomena sunk cost.
“Semakin besar sunk cost, maka semakin tinggi barrier to exit atau hambatan untuk keluar dari aktivitas itu,” jelas Chatib dalam unggahan video di akun Instagramnya @chatibbasri, Sabtu (7/1/2023).
Fenomena itulah yang menjelaskan mengapa seseorang bisa gagal move on lantaran begitu banyak pengorbanan yang sudah dilakukan.
Baca Juga
Chatib dalam blog yang ditulis bersama rekan-rekannya menuturkan, dalam analisis industrial organization, sunk cost merupakan salah satu hambatan untuk keluar dari pasar.
“Dalam suatu pasar di mana sunk cost-nya tinggi, maka akan ada disinsentif bagi perusahaan untuk keluar dari pasar, karena biaya yang telah dikeluarkan tidak bisa diperoleh kembali,” ujarnya.
Dalam kasus pacaran, lanjut dia, struktur pacaran bagi banyak pihak memang diharapkan memiliki hambatan untuk keluar. Dengan begitu, hubungan keduanya tidak mudah berakhir atau berganti-ganti pasangan.
Jika pacaran tidak menimbulkan sunk cost, maka ‘pasar pacaran’ akan menjadi persaingan bebas di mana pelaku bisa keluar masuk setiap waktu.
Pada situasi seperti ini, volatilitas hubungan akan menjadi sangat tajam, di mana nilai dari hubungan pacaran akan cenderung berfluktuatif seperti dalam pasar persaingan.
Sunk cost akan mereduksi kemungkinan untuk exit dari pasar.
Sunk Cost Jadi Sinyal Keseriusan dalam Sebuah Hubungan
Pengajar Senior di Universitas Indonesia itu menilai, sunk cost sebetulnya berguna untuk menjadi tanda keseriusan dalam sebuah hubungan. Jika ditanya berapa besar sunk cost yang dianggap cukup sebagai hambatan untuk keluar, jawabannya berbeda untuk tiap individu.
Selain itu, hal tersebut sangat bergantung kepada seberapa besar kesediaan untuk mengeluarkan biaya yang tak bisa diperoleh kembali.
Bagi beberapa orang yang cukup well-endowed, meski sunk cost yang dikeluarkan secara nominal cukup besar, tidak menyebabkan hambatan berarti untuk keluar dari hubungan tersebut. Namun lain halnya dengan mereka yang memiliki sumber daya terbatas. Sunk cost relatif kecil sudah akan menjadi faktor penghambat.
Itulah alasan mengapa dalam proses pacaran, seringkali besar komitmen dilihat dari seberapa besar kesediaan berkorban dari masing-masing pasangan dan perhatian yang diberikan, misalnya dalam bentuk hadiah.
“Dengan kata lain, keseriusan kerap dinilai dari besarnya sunk cost,” katanya.
Kendati demikian, dia menegaskan bahwa sinyal mengenai keseriusan tidak hanya diukur dari nominal sunk cost.
Menurut Dede, sapaan akrabnya, paling tepat mungkin mengukurnya dari seberapa besar prosentase sunk cost yang dikeluarkan terhadap total sumber daya.
“Bagi banyak orang, pasar pacaran tampaknya memang tak diharapkan untuk menjadi contestable market. Itu sebabnya pacaran oleh mereka harus dibuat menjadi sunk cost,” pungkasnya.