Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merespons langkah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang memperbolehkan perusahaan industri padat karya tertentu untuk memangkas jam kerja serta upah.
Aturan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, menanggapi penerbitan aturan tersebut. Menurutnya, hal ini dilakukan sebagai bentuk penekanan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya.
“Kami menilai langkah tersebut perlu dilakukan dalam kondisi saat ini, mengingat tujuannya adalah untuk menjaga agar industri bisa tetap bertahan di tengah terpaan situasi perekonomian dunia, dan menjamin status serta kesejahteraan para pekerja,” kata Febri dalam keterangan resmi, Rabu (22/3/2023).
Lebih lanjut Febri menjelaskan, salah satu alasan mengapa Kemenperin menerima penerapan aturan tersebut adalah adanya data-data yang menunjukkan kecenderungan perlambatan kinerja di beberapa industri.
Misalnya, industri tekstil dan pakaian jadi yang pada kuartal IV/2022 terkontraksi -0,43 persen yang disebabkan oleh penurunan permintaan luar negeri akibat inflasi global dan ancaman resesi. Kondisi ini kemudian mendorong penurunan produksi tekstil yang berakibat pada pengurangan massal karyawan pabrik.
Baca Juga
Lalu, Febri juga menuturkan penurunan permintaan luar negeri khususnya dari Amerika Serikat dan Uni Eropa ini juga mendera industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki. Ini terlihat dari industri ini yang mengalami kontraksi pada periode yang sama sebesar -3,70 persen yang disebabkan oleh penurunan permintaan luar negeri, khususnya dari Amerika Serikat dan Uni Eropa.
“Selain itu, industri furnitur mengalami kontraksi terbesar secara year-on-year, yaitu sebesar -8,03 persen. Kondisi ini didorong oleh menurunnya ketersediaan bahan baku kayu bulat maupun kayu industri, juga lesunya permintaan luar negeri terutama dari AS dan Eropa akibat inflasi global,” tambah Febri.
Menurut Febri, aturan tersebut mengatur dengan jelas kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor maupun tentang penghitungan penyesuaian upah, sehingga para pekerja industri dapat tetap terjamin dalam situasi ini.
Dalam peraturan tersebut disebutkan, perusahaan industri tertentu dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja atau buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima.
Kemudian, peraturan tersebut mempersyaratkan bahwa penyesuaian waktu kerja diatur dalam kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Menurut Febri, hal ini berarti pengusaha dan pekerja dapat berdialog terkait pelaksanaan aturan tersebut di industri. Selain itu, penyesuaian waktu kerja berlaku selama enam bulan.
“Kami mengharapkan kondisi ini tidak berlangsung lama sehingga sektor industri dapat terus membaik dan langkah-langkah lainnya dalam mitigasi juga membuahkan hasil,” pungkasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, pemerintah melalui Kemnaker telah menerbitkan aturan baru yang mengatur penyesuaian waktu kerja dan penyesuaian upah untuk industri padat karya tertentu berorientasi ekspor.
Kebijakan ini lahir dipicu krisis permintaan global yang menghantam industri padat karya. Dengan demikian, harapannya aturan ini dapat menekan angka PHK di sektor tersebut.