Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melanjutkan arah konsolidasi fiskal dengan menetapkan target defisit anggaran yang lebih rendah pada 2024.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan defisit Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) pada kisaran Rp496,6 triliun hingga Rp610,9 triliun atau setara dengan 2,16-2,64 persen dari PDB.
Target defisit anggaran tersebut lebih rendah dibandingkan dengan target pada 2023 yang ditetapkan sebesar 2,84 persen dari PDB.
Sejalan dengan itu, tingkat rasio utang pada 2024 ditargetkan mencapai kisaran 38,07 hingga 38,97 dari PDB, juga lebih rendah dari target pada 2023 sebesar 39,4 persen dari PDB.
“Defisit direncanakan pada kisaran 2,16 hingga 2,64 persen dari PDB. Upaya untuk mendorong pembiayaan yang hati-hati, kreatif, inovatif, dan berkesinambungan terus dilakukan. Rasio utang dalam batas yang tetap prudent di kisaran 38,07 hingga 38,97 persen dari PDB,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN 2024 di DPR RI, Jumat (19/5/2023).
Dalam Dokumen KEM-PPKF Tahun 2024, Sri Mulyani menuturkan bahwa defisit anggaran masih terkendali dalam batas aman dan pada tingkat risiko wajar yang dapat diterima.
Defisit APBN yang sempat melebar di masa pandemi menyebabkan lonjakan rasio utang hingga ke level 40,7 persen dari PDB pada 2021, tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Kebijakan pelonggaran defisit tersebut dilakukan untuk mendukung belanja pemerintah dalam penanganan pandemi dan akselerasi pemulihan ekonomi nasional.
Pada 2022, defisit APBN berhasil turun ke tingkat 2,38 persen dari PDB, lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Pada 2023, kebijakan defisit anggaran tetap dijaga di bawah 3 persen dari PDB.
Kebijakan defisit anggaran pada 2024 juga diarahkan untuk mendukung kelanjutan konsolidasi fiskal, yang disertai reformasi fiskal yang komprehensif melalui optimalisasi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja, dan diimbangi dengan kebijakan pembiayaan inovatif dan berkesinambungan.
Pembiayaan anggaran pun dilakukan searah dengan kebijakan defisit anggaran, yang akan dipenuhi melalui baik pembiayaan utang maupun non-utang.
Untuk pembiayaan utang, Sri Mulyani menyampaikan bahwa terdapat tantangan di mana pada 2024 yang merupakan tahun pemilu, situasi politik menjadi faktor penting yang akan menjadi pertimbangan investor.
Selain itu, ketidakpastian global yang masih tinggi diperkirakan dapat mendorong peningkatan suku bunga global sehingga dapat mengakibatkan kenaikan biaya utang.
Namun demikian, aktivitas perekonomian yang berlanjut pulih dan pertumbuhan ekonomi yang positif akan menjadi faktor yang dapat mendorong masuknya investor ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).