Bisnis.com, JAKARTA – Eropa mulai menerapkan beragam kebijakan untuk mengurangi emisi dan menuju green energy. Nyatanya, kebijakan tersebut diskriminatif bagi Indonesia.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan adanya UU Deforestasi atau EU Deforestation Regulation (EUDR) dan mekanisme penyesuaian batas karbon (Carbon Border Adjusment Mechanism/CBAM) dinilai sebagai kebijakan sepihak dan merugikan Indonesia.
“Kebijakan-kebijakan tersebut akan mengganggu upaya Indonesia yang terkait dengan mitigasi perubahan iklim dan Indenesia,” ungkapnya dalam acara Bisnis Indonesia – Green Economy Forum, Rabu (7/6/2023).
Diketahui, UU Deforestasi yang disahkan Uni Eropa mewajbkan perusahaan yang menjual minyak sawit, daging sapi, kayu, kopi, coklat, karet dan kedelai untuk memastikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan hasil deforestasi.
Sementara adanya CBAM, negara-negara yang memproduksi besi dan baja dapat dikenakan pajak lingkungan unilatertally atau secara sepihak oleh negara-negara Eropa apabila perusahaan di negara tersebut belum membayar pajak karbon.
Padahal, Indonesia seperti negara lainnya terikat dalam Paris Agreement dan agenda milik Perserikatan Bangsa Bangsa (UN) yaitu SDG 2030.
Baca Juga
Bahkan negara-negara Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), seperti Indonesia dan Malaysia secara ketat telah menerapkan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan.
"Level deforestasi di Indonesia turun 75 persen pada periode 2019-2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84 persen," kata Airlangga.
Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil CPO pun telah memiliki standar sawit berkelanjutan atau sustainable palm oil, sebagaimana untuk mendampingi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang berlaku di Eropa.
“Kita harus mengkampanyekan dengan ISPO, MSPO, masalah geo tagging, masalah asal usul hutan yang dipakai berproduksi ini sudah merupakan bukan wilayah yang dideforestasikan,” tambahnya.
Untuk sektor kayu, Indonesia pun telah menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK sejak 2022. Airlangga meminta pihak Eropa untuk dapat mengakomodasi standar-standar prakti yang telah diberlakukan pada saat ini dalam kebijakan terbarunya.
Pasalnya, dampak ekonomi dari kebijakan tersebut akan terasa langsung bagi sektor ekspor Indonesia, terutama CPO yang menjadi andalan. Tercatat ekspor di sektor kehutanan Indonesia mencapai US$6 miliar atau Rp90 triliun.
“Kami harap Eropa bisa mengambil hal standar yang sudah ada kemudian diadopsi, bukan membuat standar baru yang tidak sempat diadopsi, tidak juga berdasarkan best practice dan diberlakukan tanpa sosialisasi yang cukup,” tutupnya.