Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Relaksasi Impor Tuai Kritik, Dinilai Gerus Industri Padat Karya

Relaksasi impor dianggap sebagai jalan pintas mengurangi antrean kontainer, hal inipun dinilai mengancam keberlangsungan industri padat karya seperti tekstil.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA- Penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 tahun 2024 pada 17 Mei 2024 yang menggantikan Permendag No. 36 Tahun 2023 soal relaksasi impor, menuai protes pengusaha sekaligus ekonom.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana kebijakan baru dari Kementerian Perdagangan tersebut sudah mulai dirasakan dampaknya bagi para pelaku industri tekstil di Indonesia dan akan kian parah dalam beberapa waktu ke depan.

“Dalam waktu cepat puluhan ribu kontainer yang masuk ke Indonesia secara legal karena dibuka oleh Permendag itu kemudian akan menghantam produk-produk industri tekstil dan garmen domestik. Nah kurang lebih proyeksi kita dalam satu tahun ke depan apabila itu tetap terjadi maka setiap bulan akan muncul kurang lebih 10.000 - 30.000 kontainer.” terang Danang, dikutip dari siaran pers, Jumat (21/6/2024).

Danang juga menyayangkan pelaku industri yang tidak didengar khusus dalam perubahan dari Permendag 36/2023 ke Permendag 8/2024 ini. Menurutnya, jika pelaku industri dalam negeri diajak maka dampak negatif aturan baru terhadap sektor industri dalam negeri akan bisa ditekan.

“Pada waktu pembahasan peraturan-peraturan ini kami tidak dilibatkan secara formal. Perubahan peraturan dari Permendag No. 36/2023 menjadi Permendag 8/2024 ini kan kemudian juga tidak melibatkan kami. Sehingga kami tahunya ya terkaget-kaget, loh kok tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba dibuka lebar-lebar, tegas Danang.

Menurutnya, aturan ini akan menggerus pendapatan negara. Karena nilai pajak yang diterima negara menjadi berkurang dari seharusnya jika industri dalam negeri besar akan mampu bayar pajak besar, menjadi mengecil sehingga bayar pajaknya makin kecil.

Sebelumnya, Ekonom Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo Ernoiz Antriyandarti mengkritik langkah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan maupun Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto terkait terbitnya Permendag No. 8 tahun 2024. Menurutnya langkah tersebut akan memberikan dampak buruk bagi sektor industri Indonesia.

“Aturan terbaru yang dikeluarkan Menteri Perdagangan ini dapat menjadi masalah baru bagi industri secara umum serta khususnya industri tekstil dan produk tekstil [TPT]. Penurunan daya saing tekstil Indonesia dalam dekade terakhir ini saja masih belum terselesaikan. Permendag No 8 tahun 2024 berpotensi memperburuk kondisi pertekstilan Indonesia,” terang Ernoiz.

Ernoiz bertanya-tanya mengenai motif utama dari langkah pemerintah melakukan relaksasi impor ini karena akan sangat mempengaruhi sektor industri dalam negeri dan khususnya serapan tenaga kerja.

“Apa sebenarnya target pemerintah dengan instrumen kebijakan ini? Menurunkan inflasikah? Jika betul, berapa persen ekspektasinya, karena inflasi dan pengangguran merupakan trade off yang sulit dihindari. Kurva Phillips mengingatkan bahwa penurunan inflasi cenderung meningkatkan pengangguran,” beber Ernoiz.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper