Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Manufaktur RI Jeblok, Kemenperin: Negara Lain juga Ambruk

Kementerian Perindustrian menyebut lesunya kondisi manufaktur tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain.
Seorang karyawan bekerja di lini produksi serat karbon di dalam sebuah pabrik di Lianyungang, provinsi Jiangsu, China, 27 Oktober 2018./REUTERS
Seorang karyawan bekerja di lini produksi serat karbon di dalam sebuah pabrik di Lianyungang, provinsi Jiangsu, China, 27 Oktober 2018./REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian menyebut lesunya kondisi manufaktur tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain.

S&P Global melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia masih terkontraksi di bawah 50 yakni berada di level 49,2 pada September 2024, meskipun indeks aktivitas manufaktur tersebut mengalami peningkatan tipis dari bulan sebelumnya 48,9. 

Sekretaris Jenderal Kemenperin Eko S. Cahyanto mengatakan, secara global, kondisi manufaktur memang masih lesu. Hal ini tercermin dari indeks manufaktur negara-negara lain, seperti China dan Australia yang juga masuk di zona kontraksi. 

Selain China dan Australia, Eko juga menyoroti bagaimana PMI manufaktur negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang juga ambruk. PMI manufaktur Vietnam misalnya, yang anjlok dari 52 ke 47.

Tak hanya Vietnam, dirinya juga menyebut bahwa beberapa negara di Eropa juga mengalami keadaan yang serupa, meski tak separah Vietnam.

“Yang naik tuh hanya dua, Indonesia sama Filipina. Myanmar naik tapi masih jauh di bawah. Yang lainnya turun semua [PMI manufaktur],” ujarnya.

Lebih lanjut, Eko menekankan bahwa meski PMI manufaktur Indonesia masih di zona kontraksi, kondisinya mulai membaik. Hal ini menunjukkan optimisme pelaku usaha dalam negeri mulai tumbuh dibandingkan beberapa bulan lalu.

“Itu kan menunjukkan bahwa ada optimisme di kalangan pelaku usaha bahwa ini ada sesuatu yang mereka lihat jadi potensi nih,” ucap Eko.

Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith mengatakan, masih lesunya sektor manufaktur RI disebabkan kondisi makro ekonomi global yang sedang lesu pada September. 

"Dengan tercepat pada penjualan eksternal dalam waktu hampir 2 tahun dari laporan terkini sangat menonjol di statistik," kata Paul melalui keterangan resminya, Selasa (1/10/2024). 

Oleh karena itu, perusahaan tentunya menanggapi dengan mengurangi aktivitas pembelian dan memilih menggunakan inventaris guna menjaga biaya serta efisiensi pengoperasian dengan sangat ketat.

"Namun, perusahaan tetap menaikkan jumlah tenaga kerja karena mereka menyiapkan saat-saat yang baik," imbuhnya.

Paul menuturkan, pengusaha masih berharap kondisi pengoperasian dan perekonomian akan lebih stabil pada tahun mendatang. Optimisme diri tentang perkiraan mendatang membaik pada September hingga level tertinggi selama 7 bulan. 

Dalam laporan S&P Global diterangkan bahwa pengoperasian di perekonomian sektor manufaktur Indonesia masih pada laju penurunan pada September yang menggambarkan penurunan lebih lanjut pada output dan permintaan baru. 

Inventaris gudang pun terlihat sedikit naik, sementara perusahaan mengurangi aktivitas pembelian menanggapi permintaan pasar yang turun. 

Dari segi harga, biaya input naik tinggi, sebagian menggambarkan faktor nilai tukar yang buruk, meski inflasi merupakan yang paling lemah dalam 1 tahun. 

Harga diturunkan sedikit untuk pertama kalinya sejak bulan Juni 2023 sebagian besar menanggapi kondisi pasar yang lebih sepi.

Panelis menanggapi bahwa kondisi permintaan pasar masih lamban dan aktivitas klien secara umum lebih rendah dibandingkan sebelumnya pada tahun ini. Permintaan manufaktur global yang turun membebani penjualan eksternal. 

Data terkini menunjukkan bahwa ekspor baru turun tajam sejak November 2022 dan selama 7 bulan berturut-turut. Penurunan tingkat sedang pada produksi dan permintaan baru menahan aktivitas pembelian sehingga turun marginal selama 3 bulan berturut-turut. 

Sementara itu, penundaaan pengiriman juga terjadi, hal ini terlihat dari perpanjangan waktu pemenuhan pesanan. Hambatan pada pengiriman menyebabkan kenaikan marginal pada inventaris gudang. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper