Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilirisasi Mineral Tambang, Dua Kawasan Indonesia Timur Tumbuh Paling Tinggi per Kuartal III/2024

Hilirisasi tambang diklaim membuat ekonomi Maluku dan Papua tumbuh paling tinggi per kuartal III/2024.
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Hilirisasi nikel berbuah manis terhadap akselerasi ekonomi di wilayah Timur Indonesia, khususnya Maluku & Papua. Per kuartal III/2024, wilayah tersebut mampu tumbuh 6% secara tahunan dan tercatat paling tinggi dari lima wilayah lainnya. 

Direktur Regional III (Maluku-Papua) Kementerian PPN/Bappenas Ika Retna Wulandary menuturkan keberadaan industri pengolahan khususnya hilirisasi nikel menjadi salah satu penyebab ekonomi Maluku & Papua tumbuh tinggi. 

“Sektor industri pengolahan tumbuh lebih cepat khususnya di Maluku Utara, industri pengolahan tumbuh lebih tinggi dari 17 sektor PDRB,” ujarnya kepada dalam Bisnis Indonesia Forum di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (6/11/2024). 

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya, Maluku Utara bahkan tercatat mengalami pertumbuhan ekonomi double digit pada 2023 yang mencapai 20,49%, utamanya ditopang industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan. 

Sepanjang tahun ini, ekonomi di Maluku & Papua mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari ekonomi nasional, bahkan paling tinggi di antara Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali & Nusra, dan Sulawesi. 

Pada kuartal I/2024, Maluku & Papua tumbuh 12,15% year on year (YoY) dan melambat pada kuartal II/2024 menjadi 8,45%. 

Per kuartal III/2024, Maluku & Papua tumbuh 6% YoY sementara ekonomi nasional tumbuh di level 4,95%. 

Di samping menunjukkan perlambatan, ekonomi yang tumbuh tinggi ini minim kontribusinya terhadap ekonomi nasional, yakni hanya sebesar 2,66%. Pasalnya, Jawa masih menjadi kontributor utama Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDB ADHB), yakni sebesar 56,84%. 

Mengambil sejumlah contoh di wilayah Maluku, yakni Kawasan Industri (KI) Obi di Halmahera Selatan dan KI Weda di Halmahera Tengah menunjukkan pertumbuhan tersebut.

Ika menjelaskan bahwa sejak penetapan KI Obi pada 2018, Kabupaten Halmahera Selatan mengalami pertumbuhan sebesar 23%, lebih tinggi dari pertumbuhan Provinsi Maluku Utara (17%) dan Wilayah Maluku (11%). 

Selain mendorong pertumbuhan ekonomi, di sisi lain sektor ini juga mengubah struktur perekonomian Kabupaten Halmahera Selatan yang sebelumnya didominasi oleh sektor pertanian menjadi sektor industri pengolahan.

Sementara sejak penetapan KI Weda pada tahun yang sama, Kabupaten Halmahera Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 60%. 

Meski demikian, pertumbuhan tersebut belum diiringi dengan terpangkasnya angka kemiskinan di daerah tersebut. Bahkan, kemiskinan di Kab. Halmahera Selatan mengalami peningkatan sementara kemiskinan di Provinsi Maluku Utara mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya harga barang di sekitar kawasan Obi, yang tidak diiringi dengan peningkatan penghasilan yang signifikan.

“Kawasan Industri untuk angka perbaikan indikator makro ini belum secara signifikan. Mungkin laju pertumbuhan ekonomi jelas, kontribusinya besar. Tetapi dari aspek penurunan kemiskinannya masih masih menantang, masih perlu dipercepat,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper