Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waduh, OECD Usul Pemerintah Turunkan Ambang Batas Pajak Penghasilan

OECD menyarankan agar pemerintah menurunkan ambang batas minimal penghasilan tidak kena pajak (PTKP) agar penerimaan negara semakin meningkat.
Petugas membantu wajib pajak melapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (pph) orang pribadi di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Sabtu (16/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas membantu wajib pajak melapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (pph) orang pribadi di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Sabtu (16/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD menyarankan agar pemerintah menurunkan ambang batas minimal penghasilan tidak kena pajak (PTKP) agar penerimaan negara semakin meningkat.

Dalam laporan terbarunya bertajuk OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024, lembaga tersebut menyatakan ambang batas pajak penghasilan (PPh 21) di Indonesia masih terlalu tinggi.

OECD mencontohkan besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Perhitungan OECD, jumlah tersebut setara dengan 65% produk domestik bruto per kapita Indonesia.

“Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” jelas OECD dalam laporannya, dikutip Kamis (28/11/2024).

OECD pun membandingkan Indonesia dengan negara-negara kawasan. Pada 2017, hanya 10% warga yang bayar pajak penghasilan; sedangkan rata-rata warga negara-negara Asean mencapai 15%.

Oleh sebab itu, lembaga ekonomi yang beranggota banyak negara maju tersebut menyarankan pemerintah menurunkan ambang batas PTKP. Artinya, OECD ingin pekerja dengan gaji di bawah Rp4,5 juta per bulan juga dikenai pajak—namun ambang batasnya terserah pemerintah.

Sejalan dengan itu, masing-masing lapisan penghasilan kena pajak juga diturunkan. Misalnya, OECD menganggap tarif pajak 25% untuk lapisan penghasilan Rp250 juta—500 juta terlalu tinggi.

“Ambang batas pajak penghasilan minimal harus dibekukan sehingga nilainya turun secara riil, sedangkan ambang batas yang lebih tinggi harus diturunkan nilainya,” jelas rekomendasi OECD.

OECD meyakini jika rekomendasi reformasi pajak penghasilan tersebut dijalankan pemerintah maka akan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,7% dalam jangka menengah.

Sebagai informasi, Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif pajak penghasilan diatur secara progresif. Artinya, jika semakin besar penghasilannya maka semakin besar pajak yang wajib dibayar.

Berikut ini lapisan penghasilan kena pajak:

1. Penghasilan sampai dengan Rp60 juta per tahun kena tarif pajak 5%

2. Penghasilan Rp60 juta sampai Rp 250 juta per tahun kena tarif pajak 15%

3. Penghasilan Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun kena tarif pajak 25%

4. Penghasilan Rp500 juta sampai Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 30%

5. Penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 35%


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper