Dia menilai ojol bisa menerima subsidi berbasis kuota BBM untuk saat ini. Hal ini mengingat kondisi ekonomi sedang susah.
"Saya sarankan ojol bisa membeli BBM sebanyak maksimal kuota yang diberikan dengan harga nonsubsidi, lalu pemerintah mengganti selisih harga BBM tersebut dengan cash transfer," kata Fabby kepada Bisnis.
Fabby mengakui mekanisme ini kurang praktis dan membutuhkan data base, serta pengawasan yang ketat. Oleh karena itu, pemerintah bisa meminta operator untuk memberikan estimasi jarak tempuh rata-rata ojol setiap hari.
Dari situ bisa di dapat konsumsi BBM harian dan bulanan dari setiap driver ojol. Di sisi lain, driver ojol penerima subsidi bisa didata informasinya dan dicocokan dengan basis data kemiskinan.
Sementara itu, Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman menilai pemerintah harus memperhatikan terkait data penerima subsidi BBM, baik dalam bentuk BLT maupun subsidi langsung untuk UMKM.
"Jadi kalau lewat BLT itu memang sumbangannya lebih efektif, tapi kembali UMKM kita tak terdata dengan baik, maka tugasnya [pemerintah] identifikasi [data] lagi," ucap Ferdy.
Baca Juga
Dia menilai hal ini penting agar skema baru penyaluran BBM subsidi benar-benar bisa tepat sasaran. Dengan begitu, uang negara tak terbuang sia-sia.
Di sisi lain, Ferdy mengingatkan pemerintah segera merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Hal ini perlu dilakukan agar kalsifikasi kendaraan yang berhak menenggak BBM subsidi lebih jelas. Ferdy menilai sebelum beleid itu direvisi, saat ini kendaraan mewah pun masih bisa mengonsumsi BBM subsidi.
"Harus ada kebijakan yang berani dari pemerintah, berani nggak populis karena harga minyak itu terus naik, jadi impor kita itu membebani APBN, defisit negara kita paling besar karena impor BBM," kata Ferdy.