Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Kurangi Impor Garmen dari China, Indonesia Diuntungkan?

Menurut data dari Times of Oman, AS telah secara signifikan mengurangi impir garmen dari China selama satu dekade terakhir.
Ilustrasi. Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman
Ilustrasi. Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Menurut data dari Times of Oman, AS telah secara signifikan mengurangi impir garmen dari China selama satu dekade terakhir.

Laporan menyebut jika Amerika Serikat telah terus mengurangi impor garmennya dari China selama dekade terakhir.

Penurunan ini dipicu oleh perang dagang AS-Tiongkok dan kekhawatiran atas pelanggaran hak asasi manusia oleh Tiongkok.

Times of Oman menulis bahwa manuver yang dilakukan AS ini telah membuka pintu bagi negara-negara Asia lainnya untuk memperluas kehadiran mereka di pasar pakaian Amerika.

Menurut laporan terkini oleh Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat (USITC), Tiongkok, yang pernah menjadi pemasok utama pakaian jadi ke AS, mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 16,4 persen antara tahun 2013 dan 2023.

Sebaliknya, negara-negara seperti Vietnam, Bangladesh, India, dan Kamboja telah muncul sebagai penerima manfaat utama dari perubahan ini.

Sebagai informasi, dominasi China di pasar pakaian jadi AS dulunya tak tergoyahkan. Kemampuan produksinya dalam skala besar, rantai pasokan yang efisien, dan harga yang kompetitif menjadikannya sumber utama bagi para pengecer Amerika.

Namun, beberapa faktor telah mengikis pangsa pasar China selama dekade terakhir.

Pertama adalah perang dagang. Perang dagang yang dimulai pada tahun 2018 di bawah pemerintahan Trump, mengenakan tarif pada barang-barang Tiongkok senilai ratusan miliar dolar, termasuk pakaian jadi.

Tarif ini secara signifikan meningkatkan biaya impor pakaian dari China, sehingga mendorong perusahaan-perusahaan AS untuk mencari opsi sumber alternatif.

Kemudian soal kekhawatiran hak asasi manusia. Laporan mengenai kerja paksa di wilayah Xinjiang, Tiongkok, tempat sebagian besar kapas negara itu diproduksi, telah menuai kecaman luas.

Sebagai tanggapan, AS memberlakukan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur pada tahun 2021, yang melarang impor barang-barang yang dibuat dengan kerja paksa dari Xinjiang.

Undang-undang ini semakin mengurangi insentif bagi perusahaan Amerika untuk mendapatkan pakaian dari China.

Sementara faktor ketiga adalah meningkatnya biaya tenaga kerja. Seiring makin matangnya ekonomi Tiongkok, upah pun meningkat, sehingga daya saingnya dibandingkan dengan negara-negara penghasil garmen berbiaya rendah lainnya di Asia.

Meskipun kerugian China besar, namun laporan menyebut jika hal itu telah memberikan peluang bagi negara Asia lainnya untuk meningkatkan ekspor mereka ke AS.

Negara yang sudah diuntungkan, Indonesia termasuk?

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper