Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tekstil Waswas Ekspor Barang Transhipment ke AS Melonjak

Pengusaha tekstil khawatir ekspor barang transhipment dari China ke AS melonjak di tengah penundaan tarif Trump.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Benang dan Filamen Indonesia (APSyFI) memprediksi adanya peningkatan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke Amerika Serikat seiring dengan penundaan implementasi tarif resiprokal AS. Meski ditunda, ekspor garmen dan tekstil RI ke AS dikenakan tarif 20%-47% saat ini.

Adapun, tarif tersebut merupakan langkah proteksionis AS terhadap produk-produk garmen dan tekstil asal RI di kisaran 10%-37% serta tambahan 10% sebagai pengganti tarif resiprokal 32% yang saat ini masih ditunda 90 hari. 

Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, ekspor diperkirakan meningkat, terutama tekstil, lantaran kekhawatiran pengusaha akan penerapan tarif resiprokal 32% yang dapat menambah beban ekspor ke AS setelah penundaan tarif dibuka. 

"Tapi ini justru yang harus jadi perhatian jangan sampai kenaikan ekspornya dari transhipment. Kalau ada kenaikan tidak wajar malah merugikan kita," kata Redma kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).

Dalam kondisi ini, dia pun mewanti-wanti agar ekspor barang TPT dan garmen ke AS bukan merupakan produk hasil transhipment dari China. Produk transhipment adalah barang dengan bahan baku dari luar, kemudian dikirim ke Indonesia hanya untuk dijahit sebelum diekspor.

Sebab, ada banyak produk di Indonesia yang hanya dirakit, sementara produksi dan bahan baku secara keseluruhan diproduksi dari luar negeri. Dengan demikian, Indonesia hanya sebagai lokasi transit sebelum produk tersebut dikirim ke negara lainnya. 

"Kita masih harus tetap negosiasi agar bisa menghitung ulang dan tarif kita diturunkan dengan mengurangi nilai dari barang ekspor dengan dugaan kuat transhipment [bukan produksi di Indonesia]," tuturnya. 

Terlebih, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pakaian jadi (HS 61-62) ke AS terus mengalami peningkatan. Adapun, pangsa ekspor pakaian dan aksesorisnya berupa rajutan (HS 61) ke AS mencapai 63,40% atau sebanyak 38.620 ton. 

Pada periode Januari-Maret 2025, ekspor produk HS 61 ke AS mencapai US$629,25 juta atau meningkat 20,46% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$522,37 juta. 

Pangsa ekspor pakaian dan aksesoris bukan rajutan (HS 62) ke AS juga cukup besar dengan kontribusi 42,96% atau sebanyak 17.700 ton. Adapun, ekspor HS 62 ke AS pada Januari-Maret 2025 meningkat 1,47% senilai US$568,46 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$560,20 juta. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper