Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merespons temuan Ombudsman RI terkait dengan maladministrasi proses perizinan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan mineral dan batu bara (minerba).
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan pihaknya terbuka terhadap berbagai masukkan, sembari berupaya memperbaiki regulasi guna memastikan proses perizinan RKAB transparan dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan.
"Kami sangat terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk Ombudsman RI, dalam upaya menyempurnakan tata kelola sektor pertambangan,” kata Tri, dikutip Minggu (29/12/2024).
Atas dugaan maladminitrasi yang dilaporkan Ombudsman, pihaknya memberikan bantahan sebab selama ini ESDM mengklaim telah melakukan penerbitan RKAB minerba secara akuntabel dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik dan good governance.
Dia merincikan, mekanisme persetujuan RKAB untuk tahap Operasi Produksi telah diberikan untuk jangka waktu selama 3 tahun melalui sistem digitalisasi, yaitu e-RKAB.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 25/2024 tentang Perubahan atas PP No 96/ 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara jo. Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 10/2023 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca Juga
Menurut Tri, kebijakan tersebut bertujuan memberikan kepastian usaha bagi perusahaan tambang serta menyederhanakan proses administrasi tanpa mengurangi substansi dalam proses evaluasi.
Tak hanya itu, untuk memastikan penerapan yang lebih efektif dan efisien, pihaknya menerbitkan Permen ESDM No 15/2024 tentang Perubahan atas Permen ESDM No 10/2023 yang menyempurnakan tata cara penyusunan, penyampaian, dan persetujuan RKAB serta memberikan kemudahan dalam perubahan studi kelayakan.
Dalam hal ini, kewenangan penerbitan RKAB oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) tidak harus langsung berasal dari kewenangan atribusi dari Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pelimpahan kewenangan dapat dilakukan melalui beberapa hal, diantaranya Atribusi, Delegasi, dan/atau Mandat, sehingga Menteri ESDM yang memiliki kewenangan penerbitan RKAB berdasarkan ketentuan Pasal 177 PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara dapat melakukan delegasi atau mandat kepada Dirjen Minerba/Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Minerba/Pelasana Harian (Plh) Dirjen Minerba, sebagaimana saat ini tercantum di dalam Permen ESDM No 7/2020 dan Permen ESDM No 10/2023.
Lebih lanjut, mengenai pendelegasian melalui PP/Peraturan Presiden apabila dikaitkan dengan hierarki peraturan perundang-undangan, telah tepat pemberian delegasi dan mandat penerbitan RKAB kepada Direktur Jenderal melalui peraturan di tingkat Menteri (Permen) sebagaimana kelaziman pendelegasian yang telah dikenal di berbagai instansi saat ini.
Apabila pendelegasian langsung kepada Direktur Jenderal melalui PP/Perpres dianggap berpotensi dapat melampaui materi muatan PP/Perpres yang memberikan pengaturan tata kelola pemerintahan di tingkat Presiden dan Menteri.
Tri menegaskan bahwa seluruh perbaikan tata Kelola RKAB pada prinsipnya diperlukan karena adanya penarikan kewenangan sekitar 1.900 izin dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada Pemerintah Pusat, sehingga untuk perizinan yang berasal dari daerah diperlukan berbagai penyesuaian untuk dapat mengikuti seluruh ketentuan dan compliance yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Hingga 26 Desember 2024, Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba mencatat telah menyelesaikan 830 permohonan perizinan RKAB untuk komoditas mineral periode 2024-2026. Dari jumlah tersebut, 336 izin disetujui untuk produksi, 224 izin disetujui tanpa produksi, 262 ditolak, 6 dalam tahap evaluasi, dan 2 menunggu tanggapan.
Komoditas yang mendapat persetujuan meliputi nikel (207 izin), timah (107), bauksit (37), galena (130), emas dan mineral pengikut (90), besi (74), tembaga (9), dan komoditas lainnya (56). Untuk komoditas batubara, Ditjen Minerba telah menyelesaikan 927 perizinan, dengan rincian 736 izin disetujui, 66 ditolak, 120 dikembalikan, dan 5 permohonan dalam proses evaluasi lebih lanjut.
Ditjen Minerba juga terus memutakhirkan data persetujuan perubahan RKAB. Adapun, per 20 Desember 2024, dari 120 dokumen perubahan RKAB yang sebelumnya dikembalikan untuk perbaikan, 118 telah diperbaiki oleh pemohon.
Dari jumlah tersebut, 79 dokumen disetujui, 19 ditolak, 17 dikembalikan untuk perbaikan lebih lanjut, dan 3 dokumen masih dalam proses evaluasi. Tri menegaskan bahwa seluruh tahapan evaluasi dilakukan secara cermat dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kendati demikian, pihaknya tetap menghormati rekomendasi perbaikan dari Ombudsman RI sebagai upaya konstruktif dalam meningkatkan tata kelola sektor pertambangan.
Sebagai informasi, Ombudsman RI sebelumnya mengungkapkan adanya maladministrasi dalam proses penerbitan persetujuan RKAB untuk usaha pertambangan mineral dan batubara pada periode 2021-2024.
Salah satu bentuk maladministrasi yang ditemukan adalah pengabaian kewajiban hukum oleh Menteri ESDM, yang tidak melaksanakan kewenangan untuk menandatangani persetujuan RKAB sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, menjelaskan bahwa jika Menteri ESDM mendelegasikan kewenangan penandatanganan RKAB kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, harus ada dasar hukum berupa peraturan pemerintah atau peraturan presiden yang mengatur pendelegasian tersebut.
Namun, dasar hukum yang berlaku saat ini, yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2023, tidak mencakup peraturan pemerintah atau peraturan presiden, melainkan hanya peraturan menteri.