Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Soroti Kejanggalan Aturan Teknis PPN 12% Khusus Barang Mewah, Apa Saja?

Pakar hukum menyoroti sejumlah kejanggalan dalam PMK Nomor 131/2024 yang mengatur tentang PPN 12% khusus untuk barang mewah.
Ilustrasi PPN 12%/ dok. Freepik - 8photo
Ilustrasi PPN 12%/ dok. Freepik - 8photo

Bisnis.com, JAKARTA — Pakar Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Beni Kurnia Illahi menyebutkan ada sejumlah kejanggalan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/2024 yang mengatur tentang pengenaan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% khusus untuk barang mewah.

Beni menjelaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131/2024 itu tidak memasukkan Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam pertimbangannya. Padahal, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% diatur dalam UU HPP.

"Hal ini jelas penganuliran secara terang-terangan, atau pemerintah sengaja selain tidak diatur secara teknis di PMK, aturan di UU HPP tetap berlaku untuk ke semua kategori barang/jasa," ujar Beni kepada Bisnis, Rabu (1/1/2025).

Selain itu, sambungnya, PMK merupakan aturan teknis yang kedudukannya jauh di bawah UU. Oleh sebab itu, seharusnya PMK tidak bisa menganulir aturan dalam UU HPP yang menyatakan tarif PPN 12% berlaku secara umum.

Jika ditoleransi maka pengajar di Fakultas Hukum Universitas Bengkulu itu khawatir ke depan tarif PPN 12% akan dikenakan untuk semua barang/jasa secara perlahan-lahan.

"Ketika kebijakan PMK ini efektif untuk penerimaan negara maka kemungkinan aturan tersebut akan dilanjutkan, namun ketika objek tarif pajak tersebut tidak berjalan efektif bagi penerimaan negara maka pemerintah akan membuat norma baru lagi di level PMK," jelas Beni.

Oleh sebab itu, dia menyarankan agar pemerintah menerapkan tarif pajak baru lewat level UU atau setidaknya Peraturan Pemerintah (PP) yang kedudukannya jauh lebih tinggi dan mengikat daripada PMK.

Beni juga mengaku bingung karena PMK No. 131/2024 itu diundangkan pada 31 Desember 2024 atau sehari sebelum PPN 12% berlaku. Akibatnya, masyarakat dan pelaku usaha tidak memperoleh informasi dengan baik.

Menurutnya, sangat fatal kebijakan baru yang bisa memengaruhi kehidupan orang banyak seperti tarif PPN tidak disosialisasikan dengan maksimal.

Sebagai informasi, dalam PMK No. 131/2024 ditegaskan tarif PPN sebesar 12% berlaku untuk semua barang/jasa. Hanya saja, tarif dasar pengenaan pajak (DPP) ada dua.

Dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), dijelaskan pengenaan PPN untuk barang mewah dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor sebesar 12/12 dari harga jual/nilai impor.

Sementara itu, Pasal 3 ayat (2) dan (3) menegaskan pengenaan PPN untuk barang/jasa lain/yang bukan tergolong mewah dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual/nilai/penggantian.

Dengan nilai DPP yang dibedakan menjadi dua itu, skema penghitungan PPN-nya menjadi seperti berikut:

a. 12% x DPP = 12% x (12%/12% x nilai transaksi);

b. 12% x DPP = 12% x (11%/12% x nilai transaksi).

Jika diasumsikan nilai transaksi barang/jasanya sebesar Rp1.000.000 maka perhitungan PPN-nya menjadi seperti berikut:

a. 12% x DPP = 12% x (12%/12% x Rp1.000.000) = Rp120.000;

b. 12% x DPP = 12% x (11%/12% x Rp1.000.000) = Rp110.000.

Perhitungan butir a berlaku untuk barang yang tergolong mewah seperti yang dijelaskan dalam Pasal 2. Sementara itu, perhitungan butir b berlaku untuk barang/jasa lain atau yang tidak tergolong mewah seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3.

Barang mewah yang akan dikenai PPN 12% sendiri adalah yang selama ini termasuk objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Daftar barang yang termasuk objek PPnBM sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/2021 dan PMK No. 15/2023. 

Daftar Barang Mewah Berdasarkan PMK 141/2021 dan PMK No. 15/2023:

A. Jenis kendaraan bermotor angkutan kurang dari 10 orang 

1. Kendaraan bermotor dengan mesin piston

pembakaran dalam bolak-balik cetus api dengan kapasitas silinder tidak melebihi 3.000 cc, termasuk kendaraan hybrid

2. Kendaraan bermotor dengan mesin piston pembakaran dalam nyala kompresi (diesel atau semi-diesel) dengan kapasitas silinder tidak melebihi 3.000 cc, termasuk kendaraan hybrid

3. Kendaraan bermotor dengan mesin piston pembakaran dalam bolak-balik cetus api dengan kapasitas silinder melebihi 3.000 cc tetapi tidak melebihi 4.000 cc, termasuk kendaraan hybrid 

4. Kendaraan bermotor dengan mesin piston pembakaran dalam nyala kompresi (diesel atau semi-diesel) dengan kapasitas silinder melebihi 3.000 cc tetapi tidak melebihi 4.000 cc, termasuk kendaraan hybrid

5. Kendaraan bermotor hanya dengan motor listrik untuk penggerak

B. Jenis kendaraan bermotor angkutan 10—15 orang

1. Kendaraan bermotor dengan mesin piston

pembakaran dalam bolak-balik cetus api, dengan kapasitas silinder tidak melebihi 4.000 cc, termasuk kendaraan hybrid

2. Kendaraan bermotor dengan mesin piston pembakaran dalam nyala kompresi (diesel atau semi-diesel) dengan kapasitas silinder tidak melebihi 4.000 cc, termasuk kendaraan hybrid

3. Kendaraan bermotor hanya dengan motor listrik untuk penggerak

C. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda

1. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda dengan mesin piston pembakaran dalam cetus api, gvw tidak melebihi 5 t, termasuk kendaraan hybrid dan motor listrik sebagai motor untuk penggerak

2. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda dengan mesin piston pembakaran dalam nyala kompresi (diesel atau semi diesel), gvw tidak melebihi 5 t, termasuk kendaraan hybrid dan motor listrik sebagai motor untuk penggerak

3. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda hanya dengan motor listrik untuk penggerak, gvw tidak melebihi 5 t

D. Jenis kendaraan bermotor lain

1. Mobil golf (termasuk golf buggy) dan kendaraan semacam itu

2. Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, atau kendaraan sejenis

3. Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga dengan mesin piston pembakaran dalam bolak-balik dengan kapasitas silinder melebihi 250 cc tetapi tidak melebihi 500 cc

4. Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga dengan mesin piston pembakaran dalam bolak-balik dengan kapasitas silinder melebihi 500 cc 

5. Trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah 

6. Kendaraan bermotor clengan kapasitas isi silinder lebih dari 4.000 cc

E. Selain kendaraan bermotor 

1. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30 miliar atau lebih 

2. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak. 

3. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.

4. Helikopter dan kendaraan udara lainnya, kecuali untuk keperluan negara

5. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: senjata artileri, revolver dan pistol, senjata api lainnya atau peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak

6. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum: kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, dan yacht.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper