Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten hingga kini belum diketahui siapa pemiliknya.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin mengatakan, pemerintah hingga saat ini belum mengetahui secara pasti siapa dan untuk apa pagar laut itu dibangun.
“Pemerintah belum mengetahui secara pasti,” kata Doni kepada Bisnis, dikutip Kamis (9/1/2025).
Kendati begitu, Doni mengatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ombudsman, dan pemerintah provinsi Banten telah melakukan upaya identifikasi dan pulbaket ke lapangan.
Sejak pertama kali mendapat laporan pada Agustus 2024, Doni menyebut bahwa baik pemerintah pusat maupun daerah telah melakukan pengawasan dan penyelidikan bulan agustus dan bulan-bulan selanjutnya, sampai dengan dilakukan diskusi publik pada Rabu (7/1/2025).
“Dalam pulbaket dan penyelidikan pemerintah di 2024 memang ditemukan pemagaran sekitar 30 km,” ujarnya.
Baca Juga
Sebagai tindak lanjut, pemerintah mengharapkan dukungan para kepala desa dan masyarakat sekitar lokasi pemagaran untuk membantu mengusut kasus ini sampai tuntas.
Selain itu, Doni menyebut bahwa tim Ombudsman akan melakukan penyelidikan lebih lanjut hingga sampai ke penyidikan bersama dengan kementerian/lembaga terkait atas pelanggaran pemanfaatan ruang laut tanpa izin.
Dia menegaskan, pemanfaatan ruang laut dalam bentuk pemagaran ruang laut yang dilakukan tanpa memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan indikasi pelanggaran.
Menurutnya, pemagaran laut mengindikasikan adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam menguasai, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati dan berpotensi menyebabkan perubahan fungsi ruang laut secara tidak benar dan tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
Dia menuturkan, paradigma hukum pemanfaatan ruang laut telah berubah menjadi rezim perizinan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya adalah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua,.
“Pemagaran laut bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pengelolaan ruang laut,” pungkasnya.
Kronologi Temuan Pagar Laut
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pertama kali mendapat informasi mengenai keberadaan pagar laut ini pada 14 Agustus 2024. Pihaknya langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Dari kunjungan ke lapangan ada aktivitas pemagaran laut saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km.
Kemudian pada 4-5 September 2024, pemprov Banten bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi.
Kepala DKP Provinsi Banten Eli Susiyanti menuturkan, pada 5 September 2024, pihaknya membagi dua tim. Pertama langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu.
Kala itu, informasi yang didapatkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut di daerah itu. Saat itu pula belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut.
Selanjutnya, Eli mengaku bahwa pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
“Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km,” kata Eli.
Eli menuturkan, hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, didapatkan ada pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km.
Dia mengatakan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga diberi pemberat berupa karung berisi pasir.
“Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” ungkapnya.
Panjang 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan perincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda No.1/2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
“Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya,” ujarnya.