Bisnis.com, JAKARTA — Rute penerbangan domestik disebut kurang menarik dan menjadi dalang pertumbuhan minimalis jumlah penumpang maskapai domestik sepanjang 2024.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penumpang transportasi udara domestik mencapai 63,7 juta orang sepanjang Januari-Desember 2024. Angka itu meningkat 1,76% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 62,6 juta penumpang.
Bandara dengan jumlah penumpang terbanyak adalah Soekarno-Hatta, Tangerang, dengan 18,7 juta orang atau 29,30% dari total penumpang domestik. Volume penumpang terbanyak disusul oleh Bandara Juanda, Surabaya, yang mencatat 5,3 juta penumpang atau 8,29% dari total tersebut.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menjelaskan pertumbuhan minimalis penumpang maskapai domestik dipengaruhi oleh kebijakan Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) yang tidak mengalami penyesuaian dalam lima tahun terakhir. Hal ini menyebabkan maskapai kesulitan menutup biaya operasional, sehingga banyak yang mengurangi frekuensi atau bahkan memangkas rute domestik mereka.
“Sebagian airlines kurangi rute atau frekuensi domestik, untuk mengembangkan rute internasional yang tidak diatur TBA-TBB. Ada juga maskapai yang mengurangi jumlah pesawatnya dan dialihkan ke Malaysia dan Thailand,” kata Alvin kepada Bisnis, Selasa (4/2/2025).
Selain itu, jumlah pesawat yang beroperasi di Indonesia juga telah berkurang menjadi sekitar 350 unit. Hal ini dipicu oleh load factor yang rendah dan kesulitan maskapai dalam pengisian kursi pesawat.
Baca Juga
“Jika load factor tinggi dan operasi menguntungkan, tanpa perlu insentif pun maskapai akan menambah jumlah pesawatnya. Namun, kenyataannya rute domestik secara bisnis tidak feasible,” jelasnya.
Meski tidak menarik, Alvin menyebut maskapai tetap harus melayani rute domestik sebagai syarat perizinan dan sebagai pengumpan (feeder) untuk rute internasional.
Kondisi ini juga terbukti dari sulitnya maskapai baru bertahan di pasar domestik. Sebagai contoh, maskapai pendatang baru BBN Airlines hanya mampu bertahan beberapa bulan sebelum memangkas rutenya akibat tekanan biaya dan regulasi yang kurang mendukung.