Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan data terbaru indeks harga konsumen atau inflasi Amerika Serikat menunjukkan bahwa meskipun bank sentral telah membuat kemajuan besar dalam mengendalikan inflasi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
"Saya katakan kita sudah hampir mencapainya, tetapi tidak sampai pada angka tersebut dalam hal inflasi," kata Powell kepada Komite Jasa Keuangan DPR dikutip dari Bloomberg pada Kamis (13/2/2025) menjawab pertanyaan pada hari kedua kesaksian tengah tahunannya di hadapan Kongres AS.
Dia menuturkan, tahun lalu, inflasi AS mencapai 2,6% yang disebut sebagai sebuah kemajuan yang luar biasa. Namun, dia menilai kemajuan tersebut belum cukup mencapai target. Powell merujuk pada ukuran inflasi yang berbeda dari indeks harga konsumen, yang dirilis pada Rabu pagi waktu AS.
"Jadi kami ingin mempertahankan kebijakan yang ketat untuk saat ini," tambahnya, menunjukkan bahwa suku bunga The Fed akan tetap tinggi pada masa mendatang.
Data baru pada Rabu (12/2/2025) menunjukkan harga konsumen tumbuh lebih dari yang diperkirakan pada awal tahun. Indeks harga konsumen inti—yang tidak termasuk biaya makanan dan energi—meningkat 0,4% pada bulan Januari, kenaikan terbesar sejak bulan Maret.
Menyusul data baru tersebut, pertukaran suku bunga menunjukkan para pedagang memperkirakan penurunan suku bunga hanya sebanyak satu kali sebesar seperempat poin pada tahun ini. Sebelum laporan inflasi dirilis, para pedagang cenderung memproyeksikan The Fed meelakukan dua kali pemotongan.
Baca Juga
Powell mengakui bahwa angka inflasi berada di atas hampir semua perkiraan, namun dia memperingatkan agar tidak bereaksi berlebihan.
"Kami tidak merasa senang dengan satu atau dua bacaan yang baik, dan kami tidak merasa senang dengan satu atau dua bacaan yang buruk," katanya.
Meski demikian, data baru ini menambah dampak kenaikan harga selama bertahun-tahun, dan memperburuk kesulitan yang dialami jutaan orang Amerika yang berjuang untuk meningkatkan gaji mereka untuk menutupi biaya hidup yang lebih tinggi. Hal ini juga menggarisbawahi kesulitan yang dihadapi The Fed dalam menyelesaikan lonjakan harga pasca-Covid-19.
Tujuan tunggal Powell adalah untuk meredam inflasi setelah melonjak ke level tertinggi dalam empat dekade pada 2022, dan tanpa merusak pertumbuhan dan lapangan kerja secara signifikan. Pertumbuhan soft landing (pendaratan lunak) setelah ledakan inflasi jarang tercapai dan akan menjadi kemenangan yang luar biasa.
Kebijakan Trump
Upaya mencapai tujuan tersebut mungkin juga akan menjadi rumit karena rencana Presiden Donald Trump untuk mengenakan tarif impor yang besar, memotong pajak, dan membatasi imigrasi.
Trump memerintahkan tarif sebesar 25% terhadap impor baja dan aluminium pada awal pekan ini, menambah bea masuk sebesar 10% terhadap seluruh impor China dan pungutan yang kini tertunda terhadap barang-barang dari Kanada dan Meksiko. Dia juga mengancam akan mengenakan tarif timbal balik terhadap negara-negara yang mengenakan pungutan atas impor AS.
Powell mengatakan bahwa bukan peran The Fed untuk mengomentari kebijakan yang diambil oleh Kongres atau pemerintah AS. Namun, dia mengatakan ada kemungkinan kebijakan baru dapat mendorong bank sentral untuk mengubah suku bunga.
"Perekonomian yang mendasarinya sangat kuat, tetapi ada ketidakpastian mengenai kebijakan baru. Kita hanya perlu menunggu dan melihat apa dampak dari kebijakan tersebut sebelum kita memikirkan apa yang bisa kita lakukan," Kata Powell.
Setelah memangkas suku bunga sebesar 1% sejak bulan September, para pengambil kebijakan The Fed mengatakan sudah waktunya untuk menghentikan pengurangan lebih lanjut untuk menilai perekonomian dan menunggu kemajuan penurunan inflasi.
Sebelumnya, pada Rabu (12/2/2025), Presiden Donald Trump menyerukan penurunan suku bunga, dan menyatakan bahwa hal itu akan “berjalan seiring dengan Tarif yang akan datang” dalam sebuah postingan di Truth Social. Ketika ditanya mengenai postingan Trump, Powell menolak berkomentar.