Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ESDM Ungkap Tantangan Penerapan B40, dari Anggaran hingga Penyimpanan

Kementerian ESDM menyebutkan tantangan penerapan B40, mulai dari keterbatasan anggaran untuk insentif hingga kapasitas penyimpanan.
Kilang Pertamina Internasional (KPI) memproduksi BBM jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40 mulai hari ini, Selasa (14/1/2025) - Dok. Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Kilang Pertamina Internasional (KPI) memproduksi BBM jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40 mulai hari ini, Selasa (14/1/2025) - Dok. Kilang Pertamina Internasional (KPI).

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan tantangan penerapan Biodiesel B40 sejak awal diberlakukan pada Januari 2025, mulai dari keterbatasan anggaran untuk pendanaan insentif B40 hingga kapasitas penyimpanan biodiesel yang harus ditingkatkan.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa penerapan B40 selama dua bulan pertama tahun ini telah menunjukkan progres optimal, meskipun masih terdapat sejumlah kendala perlu diatasi.

Menurut Eniya, tantangan utama dalam implementasi B40 adalah keterbatasan dana dan insentif yang hanya bisa ditanggung sebagian, khususnya untuk sektor Public Service Obligation (PSO) oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP). 

“Kami tengah mengupayakan agar keterbatasan ini tidak berdampak pada sektor non-PSO,” ujar Eniya dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (12/2/2025). 

Untuk diketahui, mandatori B40 berlaku untuk seluruh sektor PSO dan non-PSO, tetapi alokasi insetif dari BPDPKS hanya untuk PSO. Adapun, total volume B40 secara keseluruhan sebesar 15,62 juta kiloliter tahun ini. 

“Hampir separuhnya yaitu 7,55 juta kiloliter ini mendapatkan insentif tapi yang lain di pass through harganya ke konsumen, jadi perkirakan insentif BPDPKS yang digelontorkan tahun 2025 itu sekitar Rp35,47 triliun untuk penggunaan PSO,” terangnya. 

Tak hanya itu, pihaknya juga tengah berupaya untuk meningkatkan pengawasan yang juga membutuhkan dana tambahan dari BPDPKS. Sebab, dana dari Kementerian ESDM belum memungkinkan lantaran kebijakan efisiensi anggaran. 

“Kami sedang bernegosiasi dengan BPDP untuk mendapatkan pendanaan tambahan guna memperkuat pengawasan dan implementasi program B40,” ujar Eniya.

Di sisi lain, dia menyoroti keterbatasan kapasitas penyimpanan dari hasil produksi bahan bakar nabati (BBN) yang dikelola oleh 28 perusahaan. Apalagi, produksi sebagian besar pabrik BBN hampir mencapai kapasitas maksimal, sekitar 80%, yang berfokus pada produksi untuk B40.

Lebih lanjut, keterlambatan dalam transportasi dan masalah infrastruktur juga turut menjadi hambatan. 

“Moda transportasi, seperti kapal, sering terlambat satu hari, dan ada masalah dengan lokasi penyimpanan yang harus ditingkatkan 5% dari sebelumnya pada program B35,” tambahnya. 

Kendala ini kini sedang disesuaikan, dengan pemerintah memberikan kelonggaran melalui Keputusan Menteri (Kepmen) yang memungkinkan penyelesaian masalah ini hingga 28 Februari 2025.

Dengan semua tantangan yang ada, Eniya menegaskan bahwa pemerintah dan pihak terkait telah menyiapkan berbagai langkah antisipatif untuk memastikan program B40 dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat maksimal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper