Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ESDM Buka Suara soal Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina

Kementerian ESDM buka suara soal kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina.
Pekerja PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) beraktivitas di kawasan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Bisnis/Nurul Hidayat
Pekerja PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) beraktivitas di kawasan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA --- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara soal kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023. 

Adapun, perkara korupsi tersebut bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur ihwal prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Para tersangka diduga mengakali aturan tersebut.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya akan menghormati proses yang tengah dijalankan oleh aparat hukum dan bersedia untuk bekerja sama. Pihaknya juga terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola pemanfaatan minyak mentah dalam negeri. 

"Kita menghormati proses hukum," kata Dadan saat ditemui di Kantor ESDM, Selasa (25/2/2025). 

Dalam hal ini, Dadan menerangkan Kementerian ESDM telah memperbarui aturan tersebut melalui Peraturan Menteri (Permen) No. 18/2021. Adapun, dalam beleid tersebut, badan usaha tetap diwajibkan untuk memanfaatkan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. 

"Kita tidak ngomong tidak wajib di situ, sudah ada [pembaruan] di Permen 2021, memang kata wajibnya tidak ada, tapi kan itu diartikannya bukan tidak wajib, kan ada proses harus ditawarkan, dan itu juga sudah ditawarkan, semua diikutin di situ," terang Dadan.

Lebih lanjut, Dadan juga menerangkan bahwa berdasarkan arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, pemerintah akan terus memaksimalkan minyak mentah domestik untuk diolah di kilang dalam negeri.

"Kasusnya kan baru kemarin, tetapi saya waktu jadi Plt dirjen migas kan yang kemarin itu ada yang pengurusan itu, kita coba maksimumkan untuk semua produksi dalam negeri, dan arahan dari Pak Menteri semaksimal mungkin diolah dalam negeri, untuk diolah di kilang dalam negeri," ujarnya. 

Diberitakan sebelumnya, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengemukakan berdasarkan aturan Pasal 2 dan Pasal 3 pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 42/2018, Pertamina diwajibkan mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum impor minyak bumi. 

"Namun, berdasarkan fakta penyidikan yang didapat, tiga tersangka yaitu RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimalisasi Hilir atau OH yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi di dalam negeri tidak terserap seluruhnya," tutur Qohar di Kejaksaan Agung Jakarta, Senin (25/2/2025).

Kemudian, dari rapat pengkondisian itu, kata Qohar, akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. 

"Pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak," ujarnya. 

Dia membeberkan alasan penolakan itu di antaranya pertama produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS masih masuk range harga HBS. Kedua, produksi minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dengan spek. 

Namun, faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai dengan spek kilang dan dapat diolah atau dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya," ujarnya. 

Melalui dua alasan tersebut, Pertamina kemudian menjadikan landasan itu untuk melakukan impor minyak mentah dari luar negeri dalam rangka memenuhi kebutuhan di dalam negeri. 

"Jadi saya mau perjelas pada saat KKKS mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina, maka pada saat yang sama, PT Pertamina juga mengimpor minyak mentah dan produk kilang," tutur Qohar.

Qohar menjelaskan bahwa dugaan kerugian keuangan negara sementara mencapai Rp193,7 triliun selama periode 2018—2023. Namun, menurutnya, angka tersebut masih bisa bertambah. 

Dalam perkembangan terbaru, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka atas kasus ini. Ketujuh tersangka yang telah ditahan itu adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin.

Selain itu, tersangka lainnya adalah Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional, Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistima.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper