Bisnis.com, JAKARTA – China resmi memberlakukan tarif balasan terhadap berbagai produk pertanian Amerika Serikat, menandai babak baru dalam perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia.
Keputusan ini menegaskan bahwa Beijing semakin mandiri dalam produksi pangan dan mampu mengurangi ketergantungan pada pasokan dari AS.
Melansir Bloomberg, Senin (10/3/2025), tarif sebesar 10% hingga 15% dikenakan pada daftar panjang komoditas, termasuk biji-bijian, protein, kapas, dan produk segar.
Selain itu, impor kedelai dari tiga perusahaan AS dihentikan, begitu pula semua pembelian kayu dari Amerika. Dalam langkah serupa, China juga menetapkan tarif balasan untuk produk pertanian Kanada mulai 20 Maret.
Ketahanan pangan bagi 1,4 miliar penduduk tetap menjadi prioritas utama kebijakan Beijing. Meskipun China masih menjadi pasar ekspor utama bagi negara-negara bagian AS yang mendukung Partai Republik, strategi jangka panjangnya dalam merombak rantai pasok pasca-perang dagang era Trump telah mengikis daya tawar Washington.
Melimpahnya pasokan pangan menjadi dampak tak terduga dari lambatnya pemulihan ekonomi China. Harga gandum domestik anjlok ke titik terendah dalam lima tahun, impor jagung merosot, dan tekanan deflasi semakin menekan harga-harga konsumen.
Baca Juga
Untuk melindungi petani lokal, Beijing memperketat impor biji-bijian seperti jelai dan sorgum serta menunda kedatangan kedelai dari luar negeri.
Dalam beberapa bulan terakhir, China semakin aktif menerapkan penyelidikan dagang dan hambatan impor pada berbagai komoditas—mulai dari rapeseed, kacang-kacangan, makanan laut, hingga daging dan produk susu.
Kebijakan ini didukung oleh rekor produksi biji-bijian dalam negeri serta dorongan agresif untuk membangun cadangan pangan nasional.
China juga semakin bergantung pada pasokan kedelai dari Brasil. Pada 2024, AS masih mencatat ekspor kedelai senilai hampir US$13 miliar ke China, tetapi Beijing terus mengalihkan sumber impornya ke pemasok lain yang lebih netral secara geopolitik, seperti Brasil.
Tren ini diperkirakan akan bertahan hingga kuartal keempat tahun ini, yang mungkin menunda penerapan tarif 10% pada kedelai AS.
Meski pemerintah ingin menggerakkan roda ekonomi dan mendorong konsumsi, kebijakan impor pangan China dapat berubah tergantung pada dampak stimulus serta ancaman cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
Namun, untuk saat ini, Beijing tetap memanfaatkan komoditas pertanian sebagai salah satu senjata paling efektif dalam perang dagang global.
Tak Hanya Targetkan AS
Penerapan tarif terhadap produk pertanian tidak hanya menargetkan AS. Pemerintah China juga mengumumkan penerapan tarif baru terhadap impor minyak lobak, daging babi, dan makanan laut dari Kanada sebagai langkah balasan dalam eskalasi perang dagang.
Melansir Bloomberg, Senin (10/3/2025), dalam pernyataan resmi pada Sabtu, Kementerian Keuangan China menetapkan bea masuk 100% untuk minyak lobak, bungkil lobak, dan produk kacang polong, serta bea masuk 25% untuk daging babi dan beberapa jenis makanan laut. Kebijakan ini mulai berlaku pada 20 Maret.
Langkah ini diambil setelah Kanada pada tahun lalu memberlakukan tarif 100% terhadap mobil listrik serta 25% terhadap baja dan aluminium asal China. Sebagai tanggapan, China meluncurkan investigasi anti-dumping terhadap impor minyak lobak dari Kanada dan mengajukan keberatan resmi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).