Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia siap mendominasi kembali pasar kertas Pakistan pasca lepas dari tuduhan dumping usai pasar kertas Pakistan sempat dihambat sejak 2018 lalu.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan kebijakan ini membuat ekspor kertas Indonesia ke Pakistan berpotensi mampu tumbuh signifikan hingga mencapai US$61,3 juta atau sekitar Rp1 triliun (asumsi kurs Rp16.400 per dolar AS) pada 2030 mendatang.
Menurutnya, optimisme tersebut menguat setelah Pengadilan Tinggi Lahore (LHC) Pakistan memutuskan untuk membatalkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) kertas Indonesia secara permanen pada November 2024.
Dia menilai keputusan ini menjadi titik balik bagi produsen dan eksportir kertas Indonesia untuk kembali mendorong ekspor ke Pakistan.
Selain itu, keberhasilan ini tidak lepas dari upaya Kemendag melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) dan pelaku usaha yang telah bekerja sama dalam melakukan pembelaan.
Upaya pembelaan tersebut dilakukan sejak inisiasi penyelidikan awal pada 2016 hingga peninjauan kembali (sunset review) antara lain melalui pengiriman submisi pembelaan dan konsultasi dengan otoritas penyidik Pakistan.
Baca Juga
“Pembatalan BMAD kertas Indonesia secara permanen oleh Pengadilan Tinggi Lahore menjadi titik balik yang memberikan angin segar bagi produsen dan eksportir kertas Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (17/3/2025).
Menurutnya, dengan dihapuskannya BMAD, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk kembali menguasai pasar kertas Pakistan.
Terlebih, sejak 2015 Indonesia merupakan negara pemasok utama kertas di Pakistan dengan pangsa sebesar 70,5%. Angkanya jauh lebih tinggi dibanding China yang tercatat hanya 7,7%.
Sayangnya, pada 2017—2018, Indonesia menghadapi tantangan perdagangan berupa tuduhan dumping oleh Pakistan terhadap produk kertas (uncoated writing and printing paper) dengan kode HS 480255, 480256, dan 480257.
Menanggapi tuduhan itu, Komisi Tarif Nasional Pakistan (NTC) menerapkan BMAD selama lima tahun yang berlaku pada 30 Maret 2018—30 Maret 2023.
Adapun, NTC berupaya memperpanjang bea masuk tersebut pada November 2023, namun dibatalkan oleh LHC pada November 2024.
Kebijakan yang telah berlaku tersebut berdampak pada ekspor kertas Indonesia ke Pakistan yang semula mencapai US$57,3 juta pada 2018, kemudian mengalami penyesuaian menjadi US$32,4 juta pada 2021.
“Namun, pada 2022, ekspor kertas Indonesia ke Pakistan kembali bangkit dengan naik menjadi US$49,1 juta,” katanya.
Meskipun sempat berfluktuasi, namun ndustri kertas Indonesia tetap memiliki potensi besar untuk kembali bangkit dan merebut kembali pasar Pakistan.
Apalagi, dengan permintaan yang terus meningkat, impor kertas Pakistan dari dunia memiliki pertumbuhan rerata 7,1% per tahun selama 2019–2023.
“Jika dimaksimalkan dengan strategi yang tepat, ekspor kertas Indonesia ke Pakistan berpotensi tumbuh signifikan hingga mencapai US$61,3 juta pada 2030,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida berharap kerja sama pemerintah dan pelaku usaha dapat terus berjalan untuk menjaga dan meningkatkan ekspor produk kertas Indonesia ke pasar global.