Bisnis.com, JAKARTA — Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China kian memanas dan mulai menimbulkan dampak langsung ke sektor otomotif. Imbasnya, produsen kendaraan listrik asal AS Tesla Inc. menghentikan layanan pemesanan untuk model S dan model X di pasar China.
Langkah ini diambil setelah Pemerintah China resmi mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap seluruh produk asal AS menjadi 125% mulai 12 April 2025.
Adapun, kebijakan ini merupakan respons atas tarif impor balasan setara yang sebelumnya diberlakukan oleh Pemerintah AS, dalam upaya menekan defisit perdagangan dan memberikan sanksi atas tindakan retaliasi Beijing terhadap pajak barang impor AS.
"Penyesuaian tarif tersebut juga memperhitungkan bea tambahan 20% yang diberlakukan awal tahun ini terkait peran China dalam peredaran fentanil, sehingga total tarif kumulatif yang dikenakan terhadap barang AS menjadi 145%," tulis laporan Bloomberg, dikutip pada Sabtu (12/4/2025).
Langkah Tesla ini terekam melalui situs resminya di China, hingga akhir Maret 2025 konsumen masih bisa melakukan pemesanan untuk Model S dan Model X, menurut arsip Wayback Machine. Namun, pada Jumat (11/4/2025), opsi tersebut sudah tidak lagi tersedia.
Kendati demikian, unit dalam stok ada yang masih tersedia, termasuk Tesla model S berkelir putih yang ditawarkan dengan harga 759.900 yuan atau sekitar US$103.800.
Baca Juga
Kontribusi China terhadap Kinerja Global Tesla
Mengacu laman resmi pemerintah China, penjualan kendaraan listrik (EV) Tesla di Negeri Tirai Bambu itu mencapai rekor tertinggi sebanyak 657.000 unit pada 2024, atau naik 8,8% secara tahunan (year on year/YoY).
Itu artinya, China merupakan pasar penting bagi Tesla, dengan menyumbang sebanyak 36,7% dari total penjualan Tesla secara global sebanyak 1,79 juta unit pada 2024.
Di Shanghai, pabrik raksasa Tesla yang merakit baterai yang dikenal sebagai Megapack, telah memulai uji coba produksi. Produksi massal di fasilitas ini dimulai sepenuhnya pada kuartal I/2025.
Adapun pabrik Tesla di Shanghai hanya memproduksi Model 3 dan Model Y, yang sebagian besar dijual di pasar domestik atau diekspor ke wilayah Asia lainnya. Sementara itu, Model S dan X masih diproduksi eksklusif di Fremont, California.
Persaingan Ketat dan Tekanan Operasional
Tesla tengah menghadapi tekanan dari sisi permintaan maupun persaingan. Pengiriman kendaraan dari pabrik Tesla di Shanghai anjlok selama enam bulan berturut-turut, dengan penurunan pengiriman sebesar 22% pada kuartal I/2025, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pada waktu yang sama, BYD Co. kian memperkuat dominasinya. Produsen mobil listrik raksasa asal China itu mencatatkan total pengiriman selama tiga bulan pertama 2025 menembus 986.098 unit.
Di lain sisi, Tesla juga mengalami tekanan dari sisi pasar global. Pengiriman kendaraan Tesla pada kuartal I/2025 turun ke level terendah sejak 2022, dipengaruhi oleh sentimen negatif terhadap CEO Elon Musk terkait keterlibatannya dalam isu geopolitik.
Alhasil, kondisi tersebut menciptakan kekhawatiran di kalangan investor. Analis Wall Street memangkas target harga saham Tesla pada awal pekan ini. Sementara itu, harga saham Tesla sempat melemah hingga 2,6% dalam perdagangan pra-pembukaan setelah kabar penghentian pemesanan Model S dan X beredar.
Langkah Tesla untuk menghentikan penjualan dua model premiumnya di China selain berdampak besar terhadap volume penjualan, juga menjadi indikator bahwa risiko geopolitik dapat mengganggu strategi distribusi dan penetrasi pasar global.