Bisnis.com, JAKARTA – Pedagang online di China kini dihujani penawaran dari perusahaan logistik luar negeri yang menjanjikan jalan pintas untuk menghindari tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap barang asal China.
Dari penjual pakaian olahraga, furnitur, hingga alat kesehatan rumah tangga, semuanya mengaku didekati oleh pihak yang menawarkan bantuan untuk mengurangi beban tarif.
Sejumlah cara yang ditawarkan antara lain memalsukan nilai barang dalam dokumen atau mengalihkan pengiriman lewat negara yang tarifnya lebih ringan dari China, seperti Malaysia. Informasi ini diungkapkan oleh lima sumber yang diwawancarai oleh Bloomberg News. Tawaran tersebut biasanya datang lewat media sosial.
“Kami punya solusi untuk membantu Anda menghemat biaya,” tulis salah satu perusahaan melalui pesan pribadi media sosial kepada sumber tersebut, seperti dilansir Bloomberg, Kamis (24/4/2025).
Perusahaan tersebut kemudian menawarkan diri menjadi importir resmi untuk pengiriman selanjutnya, dengan syarat nilai barang yang dilaporkan ke Bea Cukai diturunkan secara signifikan.
Praktik semacam ini bukan hal baru di dunia logistik global, namun para penjual online mengatakan gelombang tawaran makin menjadi-jadi sejak Presiden Donald Trump memberlakukan tarif super tinggi terhadap China awal bulan ini.
Baca Juga
Bahkan, tawaran terus berdatangan di tengah arah kebijakan Trump yang berubah nyaris setiap hari.
Mereka yang diwawancarai mengaku menolak tawaran tersebut, namun khawatir pelaku lain bisa saja tergoda untuk menyiasati sistem demi bertahan di tengah gejolak perdagangan.
Aaron Rubin, penjual peralatan bela diri secara daring, mengungkapkan pernah mendapat tawaran dari sebuah perusahaan pengiriman untuk mendeklarasikan nilai kiriman senilai US$10.000, padahal nilai sebenarnya mencapai US$30.000. Jika diterima, strategi ini bisa menghemat biaya tarif hingga US$29.000.
Rubin menolak, lalu melaporkan perusahaan itu ke otoritas Bea Cukai. Ia khawatir perusahaan luar negeri dengan ‘cangkang operasi’ di AS akan terus menawarkan jasa semacam ini tanpa bisa dijangkau oleh hukum AS.
“Kalau setiap kontainer bisa menghemat US$10.000 tarif, dalam skala besar ini akan jadi kerugian miliaran dolar,” ujar Rubin, yang juga merupakan pendiri perusahaan perangkat lunak logistik ShipHero.
Sementara itu, seorang broker logistik asal China mengungkapkan bahwa banyak klien kini memilih mengalihkan pengiriman barang dari China melalui Malaysia dan melabelinya sebagai produk buatan Malaysia. Hal ini dilakukan karena tarif untuk Malaysia hanya 24%, dibandingkan 145% untuk China.
Namun, banyak juga yang memilih menunda pengiriman sambil menanti perubahan kebijakan dari Trump.
Sementara itu, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) menetapkan tarif berdasarkan dokumen yang diajukan importir dan perusahaan pengiriman. Dokumen tersebut mencakup isi kiriman, negara asal, nilai barang, dan estimasi tarif.
Memalsukan nilai atau asal barang untuk menghindari tarif adalah pelanggaran hukum yang bisa dikenakan sanksi pidana maupun perdata.
CBP menolak menjawab apakah mereka meningkatkan pengawasan menyusul kenaikan tarif.
“CBP tidak mempublikasikan metode investigasi, sumber informasi, atau hal-hal lain yang dapat membahayakan saksi atau mengganggu penyelidikan yang sedang berlangsung,” kata juru bicara CBP Jeffrey Quinones kepada Bloomberg.
Direktur Riset di firma data kepabeanan Import Genius William George memperingatkan bahwa lonjakan tarif ini dapat membuat pelaku usaha tergoda melanggar hukum ketimbang kehilangan bisnis mereka.
“Ketika bisnis menghadapi ancaman hidup-mati, bisa jadi mereka lebih memilih menanggung risiko denda daripada gulung tikar,” katanya.