Bisnis.com, JAKARTA — Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) masih terus mengantisipasi risiko pelemahan industri jelang pemberlakuan tarif tinggi ekspor ke Amerika Serikat (AS) berlaku. Salah satunya yakni mencari pengalihan pasar baru, meskipun hal ini juga tidak mudah.
Ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman mengatakan para pelaku industri saat ini sangat berhati-hati menghadapi perang dagang yang terjadi. Pasalnya, utilitas produksi industri tekstil hingga ke hilir sudah di level 50%.
“Sudah semestinya pemerintah mencari peluang kerja sama dengan negara-negara lain contoh ke Afrika dan negara-negara Timur Tengah,” kata Nandi kepada Bisnis, Selasa (22/4/2025).
Nandi pun menilai dalam kondisi seperti ini pemerintah harus segera mengambil langkah preventif, utamanya terkait perlindungan market dalam negeri, serta pengalihan pasar ekspor.
Tidak hanya itu, pihaknya juga berharap pemerintah harus terus mendorong pelaku usaha selain insentif perizinan juga harus dipermudah. Apalagi, stimulus untuk mendukung ekspor IKM.
“Namun, jujur saja kami para pelaku usaha lokal asal tidak merasa khawatir dengan perang dagang Amerika dan China,” imbuhnya.
Baca Juga
Nandi menyebut, ketakutan utama pelaku usaha IKM saat ini yakni risiko Indonesia menjadi tujuan pasar bagi negara-negara yang juga dikenakan tarif tinggi oleh Amerika Serikat.
“Yang ditakutkan selama ini Indonesia menjadi negara pasar kaya Afrika yang akhirnya indurti lokal seperti kami yang padat karya pada mati, pasti akan memgakibatkan banyakanya penganguran,” pungkasnya.
Untuk diketahui, sebanyak 25% pelaku usaha sudah melakukan ekspor ke AS dalam beberapa waktu terakhir.
“Bisa terjadi dua-duanya [ekspor turun atau tidak lagi ekspor] mengingat selain biaya produksi membengkak dengan adanya pajak naik ditambah tarif masuk Amerika 32% berat bagi pelaku usaha,” ujarnya.
Bagi pelaku usaha industri hilir, terlebih industri kecil dan menengah, kebijakan tarif tinggi ke AS disebut sangat membebani usaha mereka yang saat ini pun masih berusaha bertahan.