Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dijalankan oleh Presiden Prabowo membuat ekonomi Indonesia tumbuh lebih lemah pada kuartal I/2025. Capaian pertumbuhan perekonomian Indonesia ini menjadi yang paling lambat dalam lebih dari tiga tahun terakhir.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik hari ini, Senin (5/5/2025), mengumumkan produk domestik bruto Indonesia hanya tumbuh 4,87% dalam tiga bulan hingga Maret tahun ini. Capaian ini membuat keyakinan bahwa ekonomi bisa tumbuh hingga 8% terlihat semakin jauh.
Perlambatan ekonomi Indonesia sendiri disebut karena menurunnya konsumsi rumah tangga dan penurunan tajam dalam belanja serta investasi pemerintah.
Capaian itu bahkan berada di bawah estimasi median ekonom yang disurvei Bloomberg. Rata-rata dari para pengamat memperkirakan ekonomi Indonesia seharusnya tumbuh 4,92%. Secara triwulanan, PDB turun -0,98%, lebih dalam dari estimasi kontraksi sebesar -0,90%.
Dikutip dari Bloomberg, capaian ini membuat posisi Indonesia semakin tertekan di tengah penundaan negosiasi perang dagang dengan Amerika Serikat selama 90 hari. Indonesia membutuhkan permintaan dalam negeri yang lebih tinggi untuk membantu melindungi produsen Tanah Air dari melambatnya ekspor ke Amerika dan negara-negara lain di dunia. Presiden AS Donald Trump telah mengancam Indonesia dengan tarif tambahan timbal balik sebesar 32%, salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempertahankan kenaikan 0,5% setelah pengumuman tersebut, sementara rupiah memangkas kenaikan menjadi 0,2% terhadap dolar di tengah reli mata uang Asia yang meluas. Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun sedikit berubah pada 6,87%.
Baca Juga
"Reaksi [melemahnya] PDB diredam kenaikan mata uang Asia, kecuali Jepang, di tengah harapan pembicaraan perdagangan AS-China dan tren dolar yang lemah, yang merupakan beberapa faktor yang mendukung apresiasi rupiah baru-baru ini," kata Christopher Wong, ahli strategi valas di Oversea-Chinese Banking Corp.
Menurut Bloomberg Economics, data yang lemah tersebut akan membuka ruang bagi kebijakan lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
“Prospek pertumbuhan yang jauh lebih lemah, bersama dengan inflasi yang sudah jinak, kemungkinan akan mendorong Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin lagi akhir bulan ini — terutama jika rupiah dapat mempertahankan kenaikan baru-baru ini,” tulis ekonom BE, Tamara Henderson, dalam sebuah laporan.
Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sebagian besar output nasional Indonesia, tumbuh hanya 4,89% pada kuartal pertama, laju paling lambat sejak akhir 2023. Itu bahkan terjadi ketika perayaan Ramadan — yang biasanya merupakan musim perjalanan dan belanja tersibuk — jatuh pada bulan Maret tahun ini, setelah sebelumnya jatuh pada April 2024.
Aktivitas ekonomi yang lebih luas tertahan oleh kontraksi 1,38% dalam belanja negara. Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan pemerintahnya untuk memangkas belanja di berbagai sektor, termasuk infrastruktur dan perjalanan, untuk mengalokasikan lebih banyak dana ke program-program prioritasnya seperti distribusi makanan sekolah gratis.
Pembentukan modal tetap bruto naik 2,12%, angka terlemah dalam dua tahun. Menurut ekonom DBS Bank Ltd., Radhika Rao, ketidakpastian tentang tarif Trump kemungkinan berdampak pada rencana belanja modal perusahaan.
Di sisi produksi, semua sektor bisnis tumbuh kecuali pertambangan, yang terseret turun oleh menurunnya permintaan internasional untuk batu bara dan pemeliharaan besar-besaran di tambang tembaga dan emas di Papua Tengah.
Sektor dengan pertumbuhan tercepat adalah pertanian, jasa lainnya, dan jasa perusahaan, didorong oleh musim panen, pariwisata domestik dan asing, serta kegiatan persewaan.
Bank Indonesia sendiri telah menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi tahun ini, tetapi memilih untuk mempertahankan suku bunga tetap selama tiga bulan berturut-turut untuk melindungi mata uang. Mengingat latar belakang global yang suram, banyak ekonom juga telah memangkas perkiraan pertumbuhan mereka untuk Indonesia menjadi di bawah 5% tahun ini.