Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan komentar singkat terkait isu gencatan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang sedang mencuat dalam forum-forum ekonomi global.
Meski perkembangan tersebut menjadi perhatian dunia, Airlangga memilih untuk tidak banyak berkomentar, dengan alasan Indonesia tengah melakukan proses negosiasi terkait isu perdagangan global.
“Saat ini kita sedang nego, jadi sampai di situ saja,” ujarnya singkat saat ditanya wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (14/5/2025).
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menilai kesepakatan 'gencatan senjata' dalam perang dagang Amerika Serikat-China perlu disambut dengan taktis oleh pemerintah Indonesia.
Kepala Departemen Makroekonomi Indef, M. Rizal Taufikurahman mengatakan fenomena itu dinilai belum menjamin dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia jika tidak direspons secara strategis.
Menurutnya, kesepakatan tersebut memang memberikan sentimen positif jangka pendek bagi ekonomi global, termasuk Indonesia, terutama melalui penurunan tarif dan potensi pemulihan rantai pasok. Namun, dia mengingatkan bahwa perjanjian itu bersifat sementara dan lebih merupakan langkah taktis dibandingkan strategi jangka panjang yang menyeluruh.
“Lebih penting adalah bagaimana Indonesia mampu merespons peluang ini secara terukur dan terarah. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton ketika negara lain mulai memanfaatkan celah pasar yang terbuka akibat relaksasi tarif tersebut,” ujar Rizal, Selasa (13/5/2025).
Rizal menekankan pentingnya langkah konkret dari pemerintah Indonesia agar tidak hanya bersikap reaktif.
Dia mengusulkan setidaknya tiga strategi utama untuk memaksimalkan peluang dari kesepakatan tersebut. Pertama, perluasan akses pasar ekspor harus diimbangi dengan reformasi struktural, terutama di sektor logistik dan penguatan industrialisasi berbasis nilai tambah.
Kedua, diplomasi dagang perlu diarahkan pada penetrasi pasar nontradisional agar Indonesia tidak terus bergantung pada AS dan China. Ketiga, strategi substitusi impor harus digencarkan, didukung dengan insentif fiskal dan kebijakan industri yang konsisten.
Rizal menegaskan bahwa tanpa upaya serius dan terencana dari pemerintah, kesepakatan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini hanya akan memberi efek psikologis sementara tanpa dampak riil bagi perekonomian nasional.
“Di atas semua itu, stabilitas makroekonomi harus dijaga dengan kebijakan yang pro-investasi dan memperkuat ketahanan ekonomi domestik,” pungkas Rizal.
Setali tiga uang, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai bahwa meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China membawa dampak ganda bagi perekonomian Indonesia.
Di satu sisi, kata Bhima situasi ini memberi sentimen positif berupa peningkatan permintaan global dan stabilisasi nilai tukar. Namun di sisi lain, potensi ancaman terhadap daya saing ekspor nasional dan sektor industri padat karya juga patut diwaspadai.