Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penegakan Hukum Truk Obesitas Mesti Diperketat

Truk kelebihan muatan dan dimensi kembali meneror lalu lintas menjadi penyebab kecelakaan. Upaya regulator memperketat pengawasan perlu diperkuat.
Ilustrasi truk ODOL / Dishub Kabupaten Buleleng
Ilustrasi truk ODOL / Dishub Kabupaten Buleleng

Bisnis.com, JAKARTA - Pengawasan angkutan barang kelebihan dimensi dan muatan (over dimension overload/ODOL) mesti diperketat. Pasalnya, truk pelanggar ketentuan ini terus menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas.

Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyatakan permasalahan angkutan barang ODOL, yang belakangan ini kerap menyebabkan kecelakaan, merupakan tanggung jawab pihak regulator pada saat melakukan pengawasan di lapangan.

"Yang perlu dipahami oleh semua pihak, baik regulator, pemilik barang, maupun pemilik angkutan, dampak ODOL ini bisa membahayakan terhadap transportasi," katanya, dikutip Senin (26/5/2025).

Dia menjelaskan ODOL itu diawali dari jumlah barang logistik yang banyak dan keinginan pemilik barang mendapatkan harga yang murah saat melakukan distribusi atau pemindahan barangnya.

"Otomatis, mereka inginnya dalam sekali angkut bisa berangkat memuat lebih banyak barang melebihi kapasitas dalam satu kali jalan, sehingga biaya transportasi mereka bisa lebih murah, ketimbang mereka harus dua kali angkut atau menggunakan dua truk. Jadi ada suplai dan permintaan. Karena ada permintaan biaya murah, maka harus ada modifikasi pada truk sebagai suplainya," urainya.

Dalam memodifikasi truk suplai ini ada dua hal yang dapat dilakukan. Pertama, secara ilegal mengubah ukuran bak truk. Kedua, secara ilegal menumpuk barang dalam satu kendaraan sehingga kelebihan muatan.

Saat truk melakukan modifikasi secara ilegal, seharusnya ini bisa terpantau oleh para petugas korlantas maupun petugas Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di jembatan timbang yang dilewati oleh setiap angkutan barang.

"Kalau mereka bisa muat melebihi kapasitas dan bisa jalan di jalan raya ataupun tol, artinya yang bertanggung jawab itu adalah regulator, pemegang kebijakan di transportasi darat, yaitu Korlantas dan Kementerian Perhubungan," katanya.

Menurutnya, seharusnya pihak regulator harus benar-benar tegas dalam menegakkan aturan demi keselamatan berlalu lintas, diharapkan ODOL tidak akan melintas di jalur reguler maupun tol.

Keberadaan angkutan barang ODOL ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berlalu lintas. Keberadaannya berpotensi sulit dikendalikan dan bisa membahayakan kendaraan lainnya maupun manusia yang ada di jalur tersebut.

Sebagai contoh, kecelakaan akibat rem blong di Balikpapan yang menyebabkan 5 orang harus kehilangan nyawa. Tak pelak, ODOL menyebabkan kerugian masyarakat bahkan harus mengorbankan nyawa pengendara lainnya.

Truk ODOL ini, jika berada di jalan tol juga berpotensi besar bisa membahayakan kendaraan lainnya, karena banyak yang tidak bisa memenuhi kecepatan minimal di jalan tol sesuai undang-undang. Tak jarang, kecepatan truk ODOL ini hanya berkisar antara 30-40 km per jam di jalan tol.

"Kalau kendaraan di belakangnya ini tidak tahu bahwa truk ini memiliki kecepatan di bawah standart minimal di jalan tol, yang terjadi biasanya kendaraan di belakangnya akan menabrak bagian belakang truk. Salah satunya yang jadi korban adalah anggota DPR Gus Alam," kata Bambang.

Seharusnya, menurut sosok yang dikenal dengan nama BHS ini, pihak Kepolisian bisa mengawasi kecepatan truk-truk yang berada di jalan tol. Hal ini sesuai dengan PP/2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 23 ayat 4, dimana disebutkan batas kecepatan minimum di jalan tol adalah 60 km per jam.

Pengawasan tersebut dilakukan oleh polisi jalan tol dengan melakukan patroli yang bersiaga setiap 10 kilometer. Artinya, mobil patroli polisi itu akan terlihat di jalan tol dengan jarak setiap 10 kilometer.

"Kenyataannya sangat jarang kita temui patroli polisi di jalan tol. Sangat disayangkan, aturan kecepatan itu kerap tak dipatuhi. Sehingga terjadi kesalahan. Ini jelas menjadi tanggung jawab regulator yaitu polisi jalan tol yangbharusnya mengawasi," ucapnya.

Selain itu, truk ODOL ini pun juga membahayakan transportasi laut. Ia menjelaskan setiap kapal memiliki batasan kekuatan konstruksi kapal dan adanya keterbatasan daya apung kapal.

Tak pelak, truk ODOL ini, lanjutnya, bisa berpotensi merusak konstruksi kapal baik plat maupun gading-gading kapal berpotensi patah dan juga bisa menyebabkan kapal kehilangan stabilitas dan daya apung, sehingga kapal bisa berpotensintenggelam atau terbalik karena stabilitas negatif.

"Sebagai informasi, jumlah truk di Indonesia 6.091.822 unit. Jadi, kalau peraturan ini diimplementasikan dengan tegas, bukan hanya kualitas kendaraan angkutan barang yang bisa terjaga lebih lama tapi juga akan ada pembagian muatan ke truk yang merata ke seluruh angkutan truk," tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper