Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi kelas menengah menjadi salah satu sorotan Fraksi Partai Nasional Demokrat alias NasDem dalam pandangannya terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal atau KEM-PPKF Tahun Anggaran 2026.
Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Charles Meikyansah menyampaikan pandangan fraksi itu dalam Rapat Paripurna DPR mengenai pembicaraan pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Charles, yang juga Anggota Komisi XI DPR, menyebut bahwa terdapat masalah struktural yang menjadi perhatian partainya, yakni kondisi kelas menengah. Dia merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa dalam 10 terakhir jumlah kelas menengah Indonesia berkurang dan semakin banyak yang 'turun kelas' ke kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class).
"Selama ini, kelas menengah sering digambarkan sebagai entitas yang 'tumbuh sendiri' melalui kerja keras dan mobilitas sosial," ujar Charles pada Selasa (27/5/2025).
Menurutnya, kebijakan fiskal harus mendukung penguatan kelas menengah di Indonesia. Tema kebijakan fiskal 2026 yang menekankan kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi menurutnya relevan dengan permasalahan struktural 'turun kelas' masyarakat kelas menengah.
Kondisi ekonomi global yang semakin menantang, juga dengan adanya krisis iklim, disrupsi teknologi, hingga fluktuasi harga menuntut kemandirian nasional. Hal itu harus dicapai melalui rancangan yang baik, agar menjadi pendorong perekonomian dan bisa berdampak positif bagi kelas menengah.
Baca Juga
"Tema kemandirian pangan, energi, dan ekonomi bukan hanya visi makro, tetapi juga pijakan strategis untuk memperkuat kelas menengah agar mereka tidak sekadar bertahan, tetapi tumbuh sebagai pilar produktif, adaptif, dan resiliensi dalam menghadapi masa depan," ujar Charles.
Fraksi NasDem pun menilai bahwa target pertumbuhan ekonomi 5,2% hingga 5,8% pada 2026 masih realistis dan optimistis. Namun, perlu strategi yang terarah, implementasi kebijakan yang konsisten, hingga perlu adanya stabilisasi harga dan peningkatan kesempatan kerja.
Pemerintah juga harus memperhatikan betul kondisi konsumsi rumah tangga, yang pada 2024 hanya tumbuh 4,98% atau di bawah laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02%.
"Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, masih menghadapi tekanan akibat meningkatnya pekerjaan informal dan penurunan produktivitas sektoral," ujarnya.