Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mengungkap praktik permainan beras oplosan premium bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di banyak negara, termasuk Malaysia.
Prabowo menyebut Negeri Jiran tengah dihebohkan dengan temuan beras oplosan premium dengan praktik yang sama terjadi di Indonesia.
Namun, Kepala Negara RI menyatakan bahwa pemerintah harus menertibkan para pengusaha beras nakal yang telah merugikan ekonomi dan masyarakat hingga Rp100 triliun setiap tahun.
Dia meminta agar Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri) segera mengusut tuntas dan menindak tegas oknum yang menjual beras oplosan premium.
“Nakal. Beras, beras biasa ganti aja stempel [menjadi beras] premium. Tapi ini [beras oplosan] terjadi di banyak negara, di Malaysia lagi heboh juga. Tapi ini harus kita tertibkan,” kata Prabowo dalam pidato saat meluncurkan kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Senin (21/7/2025).
Padahal, berdasarkan laporan yang diterima Prabowo dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, pihaknya telah menindak pengusaha beras yang menjual beras oplosan. Namun, fenomena pengoplosan ini masih terus muncul. Kondisi serupa juga terjadi pada kasus penyunatan volume Minyakita yang dijual tak sesuai takaran.
Baca Juga
“Sama dengan minyak goreng ya. Botol dikurangi 10%, 20%. Besar loh! 20% dari sekian juta ton. Ini dari sekian juta ton juga beras diambil seperti ini,” ujarnya.
Meski begitu, Prabowo menegaskan bahwa pemerintah kini dapat dengan mudah melacak anomali komoditas pangan.
Pemerintah juga memiliki laboratorium untuk memeriksa mutu beras dan pangan lainnya yang tersebar di berbagai daerah, termasuk bantuan kecerdasan buatan.
“Kecerdasan buatan juga sudah tersedia, bisa cepat kita lacak permainan-permainan itu,” terangnya.
Dalam catatan Bisnis, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menemukan terdapat 212 merek beras premium dan medium ditemukan tidak sesuai mutu, harga yang melampaui harga eceran tertinggi (HET), hingga volume beras yang tak sesuai. Temuan ini mengacu pada hasil laboratorium di 10 provinsi.
Alhasil, Satgas Pangan telah menerima laporan Kementan secara resmi dan melakukan pengecekan dan pendataan secara langsung terhadap para pelaku usaha, terutama di pasar tradisional maupun di ritel modern.
Amran juga pernah mengungkap masyarakat mengalami kerugian hingga Rp99 triliun per tahun imbas penjualan beras yang tak sesuai mutu.
“Ini sangat merugikan konsumen. Kalau dibiarkan, kerugian bisa mencapai Rp99 triliun per tahun. Karena itu, kita minta Satgas Pangan turun, dan dalam dua minggu ke depan, semua produsen dan pedagang wajib lakukan penyesuaian,” kata Amran dalam keterangan tertulis, dikutip pada Senin (14/7/2025).
Mengacu investigasi pada 6–23 Juni 2025 yang melibatkan sebanyak 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi, sebanyak 85,56% beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78% dijual di atas HET, dan 21,66% tidak sesuai berat kemasan.
Sementara itu, untuk beras medium, 88,24% tidak memenuhi mutu, 95,12% melebihi HET, dan 9,38% memiliki berat kurang dari klaim kemasan.