Bisnis.com, JAKARTA - Permintaan batu bara diproyeksi masih akan tetap prospektif meski porsi rencana penambahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tanah Air semakin berkurang.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034, penambahan PLTU dalam 10 tahun ke depan dipatok sebesar 6,3 gigawatt (GW). Angka itu lebih rendah dibandingkan target penambahan listrik dari PLTU pada RUPTL 2021-2030 yang sebesar 19,7 GW.
Sementara itu, porsi penambahan pembangkit hingga 2034 akan didominasi oleh pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 42,6 GW atau 61% dari total penambahan pembangkit.
Melihat rencana tersebut, pelaku usaha batu bara optimistis permintaan batu bara masih menjanjikan. Apalagi belum ada kejelasan pasti mengenai rencana pensiun dini PLTU dalam RUPTL terbaru PLN.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai permintaan batu bara untuk ekspor maupun domestik masih tinggi.
"Kami masih optimistis permintaan batu bara, baik domestik maupun ekspor masih cukup bagus," kata Hendra kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).
Baca Juga
Dia bahkan, memproyeksikan serapan batu bara di pasar domestik yang saat ini porsinya mencapai 25% bisa naik menjadi 30%.
Menurutnya, permintaan batu bara dalam negeri akan ditopang oleh industri smelter. Hendra menilai industri pengolahan itu masih berpotensi ekspansif.
"Permintaan untuk industri smelter diproyeksi meningkat," kata Hendra.
Dia menambahkan bahwa pengusaha batu bara juga saat ini tak sepenuhnya bergantung pada bisnis energi fosil. Namun, ada beberapa yang mulai merambah ke bisnis energi bersih.
Dengan begitu, setidaknya pengusaha batu bara memiliki bantalan jika prospek bisnis emas hitam menurun.
"Beberapa perusahaan pertambangan batu bara telah berinvestasi di bidang usaha ekosistem energi bersih," ucap Hendra.
Optimisme tersebut juga datang dari PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO). Head of Corporate Communication ADRO Febriati Nadira mengatakan, Perseroan meyakini prospek bisnis PLTU masih cukup baik. Apalagi, masih ada kebutuhan listrik untuk wilayah Asia.
"Kami meyakini prospek PLTU di masa depan masih cukup baik terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Asia yang masih terus berkembang," ucap Febriati kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).
Kendati demikian, ADRO juga bakal tetap mendorong usaha di sektor energi bersih. Febriati mengatakan, dalam mengoperasikan PLTU, ADRO melalui PT AlamTri Power menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan efisien.
Metode itu seperti teknologi circulating fluidized bed (CFB) yang bertemperatur rendah dan dapat menekan emisi sulfur dioksida.
Di samping itu, perusahaan juga menerapkan teknologi ultra super critical (USC) dan sistem pengolahan gas buang yang dapat meminimalkan gas emisi/dispersi sehingga ramah lingkungan.
"Selain itu kami juga telah mencoba untuk melakukan dekarbonisasi di antaranya melalui co-firing," imbuh Febriati.
Dia menjelaskan, AlamTri Power fokus mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan dan berpartisipasi aktif dalam tender berbagai pembangkit listrik terbarukan.
Fokus ini seperti beberapa proyek EBT yang sedang dijalankan, di antaranya, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dengan kapasitas 130 kilowatt peak (kWp) di Kelanis dan tambahan kapasitas 468 kWp PLTS dengan sistem terapung di Kalimantan Tengah.
Adapun, PLTS itu untuk melayani kebutuhan listrik di area tambang PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). Selain itu, ADRO juga mengembangkan PLTA Mentarang Induk berkapasitas 1.375 megawatt (MW) di kawasan industri di Kalimantan Utara.
Sentimen Positif
Sejumlah analis menilai, RUPTL PLN 2025—2034 berpotensi besar memberikan sentimen positif terhadap emiten batu bara yang memiliki kontrak pasokan domestik.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, sentimen terhadap RUPTL PT PLN ini cukup positif dan memiliki potensi untuk mendorong kinerja penjualan batu bara domestik secara bottom line.
”Kalau terkait dengan meraih laba yang tinggi, semua tergantung daripada pendapat pemerintah terkait dengan harga batu bara acuan [HBA],” katanya saat dihubungi, Selasa (27/5/2025).
Nafan memprediksi, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) akan menjadi salah satu perusahaan yang diuntungkan karena penjualan batu bara perseroan cenderung mengarah pada pasar domestik.
”Karena PTBA kan lebih mengandalkan pada penjualan domestik jika dibandingkan dengan Alamtri atau Agro Group yang memang lebih menitikberatkan kepada ekspor,” pungkasnya.
Senada, Head of Research PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menilai, RUPLT PLN memberikan sentimen positif terhadap kinerja emiten batu bara secara umum. Akan tetapi, emiten dengan kontrak pasokan domestik bakal mendapatkan lebih banyak keuntungan.
Meskipun begitu, menurut Liza, volatilitas harga batu bara global masih menjadi sentimen negatif utama dari angin segar ini.
Adapun Liza menilai, saham ADRO, PTBA, ITMG, hingga AADI memiliki potensi dengan katalis positif terhadap kebijakan ini. Saham ADRO, misalnya, dinilai memiliki diversifikasi bisnis yang kuat , termasuk pemangkit listrik dan logistik yang dapat memberikan stabilitas pendapatan perseroan.
”AADI selaku anak usaha ADRO memiliki potensi pertumbuhan yang signifikan, terutama jika kebijakan royalti yang lebih rendah diterapkan,” kata Liza saat dihubungi, Selasa (27/5/2025).
Batu Bara Masih Jadi Andalan
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pembangunan PLTU batu bara tetap dilakukan oleh Indonesia lantaran tren transisi energi global bergeser. Dia pun menyinggung Amerika Serikat (AS) yang keluar dari Perjanjian Paris.
Oleh karena itu, dia berpendapat komitmen mengurangi penggunaan batu bara oleh negara lain kian tak pasti.
"Oh, dia saja sudah keluar kok [dari Perjanjian Paris]. Pertanyaan itu harus saya jawab secara geopolitiknya seperti itu," jelas Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/5/2025).
Bahlil menambahkan bahwa masih ada negara maju yang kerap menggembar-gemborkan penghentian batu bara. Namun, pada kenyataannya negara tersebut masih punya kontrak jual beli emas hitam dengan Indonesia.
Oleh karena itu, Bahlil menegaskan agar pihak-pihak yang dia maksud tak memaksa RI menyetop penggunaan batu bara. Kendati demikian, Bahlil tak memerinci negara mana yang dia maksud itu.
"Kalau [negara itu] masih mau [pakai] batu bara, kenapa dia paksa kita tidak pakai batu bara," kata Bahlil.
Di sisi lain, Bahlil juga menegaskan bahwa Indonesia belum akan melakukan pensiun dini PLTU bila tidak ada dukungan pendanaan yang memadai.
Dia mengatakan, pemerintah sama sekali tak keberatan untuk memensiunkan PLTU batu bara dalam rangka transisi energi. Hanya saja, dia menekankan bahwa pensiun dini PLTU membutuhkan biaya besar, sementara dukungan pembiayaan dari perbankan masih minim dan belum ada perbankan yang mau memberi pembiayaan dengan bunga murah.
"Sudahlah negara ini lagi butuh uang. Mau pensiun [PLTU] boleh, besok pagi saya pensiunkan. Tapi, ada enggak dana donor yang mau biayai? Yuk, kasih dong," kata Bahlil.
Menurutnya, jika pensiun dini PLTU dipaksakan akan menjadi beban bagi negara. Di sisi lain, Bahlil tak mau melimpahkan beban tersebut kepada pelanggan listrik atau masyarakat.
"Jangan minta pensiun, uangnya enggak dikasih, [malahan] kasih bunga mahal, teknologi mahal. Yang jadi beban siapa? Masa gue membebankan rakyat gue? Masa harus membebankan kepada negara untuk subsidi? Atau masa harus kurangi profitnya PLN? Yang benar saja," jelas Bahlil.
Wacana pensiun dini PLTU di Tanah Air belakangan seolah jalan di tempat sejak diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik atau Perpres EBT.
Baru-baru ini, pemerintah juga telah mengeluarkan roadmap transisi energi yang memuat skema pensiun dini PLTU, yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 10/2025 tentang Peta Jalan Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan. Peraturan tersebut berisi peta jalan untuk mengakhiri operasional PLTU batu bara guna mencapai target net-zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah bakal melakukan pensiun dini PLTU batu bara berdasarkan sejumlah kriteria. Pemerintah juga akan melarang pembangunan PLTU baru kecuali yang memenuhi ketentuan dalam Perpres No. 112/2022.
Permen tersebut juga memuat pertimbangan ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri untuk mempercepat penghentian operasional PLTU batu bara secara total.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.