Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Gatot Priyoharto

Kepala Subdirektorat Efisiensi Proses Bisnis Logistik National Single Window (NSW) Kementerian Keuangan

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Atur Strategi Menjaga Ekonomi

Ekonomi nasional diprediksi hanya tumbuh 4,7% pada tahun ini. Pada triwulan I/2025, ekonomi nasional hanya tumbuh 4,87% year on year, terendah dalam 5 tahun
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Bukan rahasia lagi. Dunia menghadapi ketidakstabilan global dan tekanan ekonomi akibat perang dagang. International Monetary Fund (IMF) pun mengoreksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,8%.

Adapun ekonomi nasional diprediksi hanya tumbuh 4,7% pada tahun ini. Pada triwulan I/2025, ekonomi nasional hanya tumbuh 4,87% year on year, terendah dalam 5 tahun terakhir, kecuali 2021 (pandemi).

Perlambatan ekonomi tri wulan pertama sejatinya selalu berulang. Untuk memastikannya, perlu dicermati sektor-sektor kontributor utama. Pertama, sektor pertanian andalan swasembada pangan.

Percepatan subsidi pupuk di awal tahun dan reformasi distribusi pupuk telah berdampak pada peningkatan produksi pertanian. Sektor ini tumbuh 10,52% YoY. Ekspornya juga tumbuh 32 % YoY per Maret 2025.

Kedua, sektor manufak-tur. Kontribusinya terhadap perekonomian mencapai 19,25 % atau tertinggi dibandingkan sektor lain. Sektor ini tumbuh 4,55 % (yoy), meski Purchasing Managers’ Index (PMI) per April 2025 terkontraksi. Kinerja industri terungkit momentum Puasa dan Lebaran. Inflasi, yang menjadi asum-si dasar penyusunan APBN, jadi sorotan.

Indonesia meng-alami inflasi 1,03%, sangat beruntung dibandingkan Turki yang mencapai 38,1%. Rendahnya inflasi sebab pelemahan daya beli? Inflasi terbentuk oleh tiga faktor, yaitu volatile food, adminis-tered price, dan core yang menggambarkan permintaan. Demand driven inflation masih tumbuh 2,48%. Inflasi terjaga karena harga pangan ter-kendali dan diskon tarif listrik.Publik justru menghawatirkan kebijakan efisiensi belanja pemerintah menye-babkan perlambatan eko-nomi. Terbukti, konsumsi pemerintah tumbuh -0,08% YoY pada triwulan I/2025.

Faktanya, perlambatan disebabkan belanja pemi-lu pada triwulan I tahun lalu yang tidak berulang di tahun ini. Jika tanpa belanja pemilu, belanja pada triwu-lan I/2024 sejatinya hanya Rp198,7 triliun.

Adapun pada triwulan I/2025 sebesar Rp196,1 triliun.Bahkan, realisasi belanja non-K/L triwulan I/2025 lebih besar, sebagai dampak penyaluran THR manfaat pensiun dan subsidi.Lagi pula, efisiensi yang dimaksud Inpres 1/2025 itu lebih pada operasional kantor, seremonial, dan perjalanan dinas. Lalu, hasilnya diprioritaskan untuk infra-struktur, program pangan, hingga makan bergizi gratis.

APBN itu berperan melin-dungi masyarakat dan menja-ga perekonomian. APBN juga menyediakan program jamin-an kesehatan bagi 279,5 juta jiwa atau 98% penduduk.

Tidak dimungkiri ekonomi triwulan I/2025 tak begitu menggembirakan. Oleh karena itu, program-program yang diprediksi mendorong perekonomian perlu dikawal, dan dievaluasi agar efektif. Konsumsi pemerintah harus digaspol pascaefisiensi.

WHAT’S NEXT?

Menteri Keuangan menyampaikan bahwa penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 dihadap-kan pada perubahan dahsyat dan fundamental dari lanskap tatanan dan tata kelola dunia. Alhasil, target pertumbuhan ekonomi 5,2%–5,8% tidak ambisius dan realistis.Wacana insentif bagi industri maupun masyarakat masih perlu ditindaklanjuti, karena bisa menjadi angin segar.

Relaksasi pendapatan tidak kena pajak bisa men-jadi alternatif, karena bisa meningkatkan daya beli.Insentif sektor bisnis tidak melulu relaksasi pajak. Pengusaha sebenarnya tidak perlu bantuan, asalkan usaha-nya tidak diganggu.

Mereka mengeluhkan pungutan liar hingga ribetnya birokrasi yang membuat biaya tinggi. Pemerintah pun telah mem-bentuk satuan tugas guna menjamin investasi dan usaha.

Pemerintah sepertinya fokus pada kebijakan struktural untuk memperkuat potensi pertumbuhan jangka panjang, sekaligus menurunkan incremental capital output ratio (ICOR), yakni besaran tambahan investasi untuk menaikkan satu unit output.

BPS mencatat ICOR Indonesia 2023 adalah 6,3. Adapun negara tetangga di kisaran 4,0-5,0. Alhasil, produkstivitas menjadi sangat penting.Pertama, produktivitas sumber daya manusia.

Pemerintah menaikkan target Index Modal Manusia (IMM) menjadi 0,57, tetap mengalokasi mandatory spending 20% APBN, dan mengarah-kan anggaran pendidikan untuk mendukung program hasil terbaik cepat, seperti MBG, sekolah unggul, dan renovasi sekolah. Produktivitas SDM tidak hanya pendidikan, tetapi juga kesehatan. Karena itu, anggaran kesehatan dijaga di atas 5% dari belanja negara.

Kedua, kualitas infrastruk-tur. Investasi perlu diarahkan lebih produktif, dan harus dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manu-sia, adopsi teknologi, hingga penyempurnaan regulasi.Jangan lupa penguatan konektivitas. Kelancaran arus barang dan jasa adalah kunci efisiensi logistik sehingga daya saing meningkat seka-ligus menjadi pondasi dalam global value chain.

Ini akan mendorong kinerja produksi dan kapasitas ekspor.Ketiga, produktivitas governance. Sebenarnya pemerin-tah telah banyak menyeder-hanakan layanan, termasuk melalui Lembaga National Single Window (LNSW).

Digitalisasi layanan tentunya efektif mengurangi biaya. Dengan tiga upaya produk-tivitas itu diharapkan perekonomian bangsa terstimulasi tanpa mengorbankan pemerataan atau keadilan sosial, dan stabilitas APBN sebagai instrumen keuangan negara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper