Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI-AS Masih Nego Tarif, Apindo Blak-blakan Banyak Kontrak Ekspor Tertunda

Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump membuat banyak dunia usaha lebih memilih untuk menunda kontrak maupun perluasan ekspor.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyampaikan paparan saat konferensi pers Outlook Ekonomi dan Bisnis Apindo 2024 di Jakarta, Kamis (21/12/2023). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyampaikan paparan saat konferensi pers Outlook Ekonomi dan Bisnis Apindo 2024 di Jakarta, Kamis (21/12/2023). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Negosiasi tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat banyak dunia usaha lebih memilih untuk menunda kontrak maupun perluasan ekspor.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyebut ketidakpastian ini menjadi salah satu faktor yang menahan laju ekspor, terutama untuk sektor-sektor yang sangat bergantung pada pasar AS. Kondisi ini terjadi imbas negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan AS yang masih berlangsung.

“Banyak pelaku usaha menunda kontrak jangka panjang atau perluasan ekspor sambil menunggu kepastian hasil perundingan,” kata Shinta kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

Meski demikian, Shinta menilai bahwa kondisi ini merupakan situasi yang perlu dikelola dengan respons dan kacamata berpikir yang tenang dan strategis.

“Di sisi lain, kami juga percaya bahwa jika proses negosiasi berjalan lancar dan konstruktif, hasil akhirnya bisa membuka peluang untuk memperkuat hubungan dagang dua arah yang lebih sehat dan seimbang,” ujarnya.

Namun, dalam situasi seperti ini, Shinta mengatakan bahwa dunia usaha tetap membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk menjaga momentum ekspor, salah satunya melalui insentif maupun fasilitas yang bersifat langsung ke pelaku usaha.

Shinta menuturkan bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mengkaji perluasan akses pembiayaan ekspor berbunga rendah bagi UKM dan industri padat karya.

Selain itu, juga perlu dilakukan penguatan kebijakan trade remedies, termasuk anti-dumping dan safeguard. Insentif lainnya adalah perbaikan dan penyederhanaan prosedur dan biaya ekspor hingga promosi ekspor ke negara-negara non-tradisional.

“Pada akhirnya, daya saing ekspor Indonesia tidak hanya ditentukan oleh tarif, tetapi juga oleh efisiensi rantai pasok, kepastian regulasi, dan kualitas birokrasi dan perizinan,” terangnya.

Untuk itu, Shinta menilai pemerintah perlu memastikan bahwa pelaku usaha tidak berjalan sendiri, melainkan didukung penuh oleh kebijakan yang responsif dan berpihak pada pertumbuhan yang berkelanjutan di tengah tantangan global.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan surplus perdagangan Indonesia akan menyusut lantaran ekspor yang turun, imbas pengaruh negosiasi tarif AS yang hingga saat ini masih berjalan.

“Jadi memang faktor hasil negosiasi akan sangat berpengaruh juga nanti ke depan, tapi arah besarnya adalah surplus perdagangannya akan menyusut karena penurunan ekspor,” kata Faisal kepada Bisnis.

Terlebih, Faisal mengungkap bahwa ekspor Indonesia sudah diprediksi akan tertekan sebelum tarif Trump berlaku pada 8 Juli 2025, lantaran ada faktor ketidakpastian tarif dari AS sebelum masa negosiasi 90 hari berakhir.

“Nah itu [negosiasi 90 hari] sudah mempengaruhi ekspor kita, sebetulnya sudah menekan ekspor kita, apalagi kalau kemudian nanti kesepakatannya pada 8 Juli tarif kita tetap lebih tinggi,” ungkapnya.

Menurut dia, hasil negosiasi pada 8 Juli mendatang tetap akan mempengaruhi penurunan ekspor Indonesia karena adanya kecenderungan tarif resiprokal yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif dasar.

Faisal menambahkan, laju ekspor Indonesia akan mengalami perlambatan ketika ada tekanan imbas adanya hambatan perdagangan yang dipicu oleh tarif Trump, mengingat AS merupakan pasar untuk impor terbesar di dunia.

Dia menerangkan, saat pasar impor AS terhambat maka akan berpengaruh ke banyak negara, termasuk Indonesia, meski proporsi ekspor Indonesia ke AS hanya 10% atau lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.

“Tetapi tetap saja ada pengaruhnya [ke ekspor Indonesia], walaupun tidak sebesar negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, Thailand,” imbuhnya.

Selain negosiasi tarif Trump yang masih berjalan, Faisal mengungkap penurunan ekspor pada April 2025 juga dipengaruhi faktor musiman, yakni libur lebaran. Biasanya, sambung dia, libur lebaran akan mempengaruhi penurunan kegiatan ekspor dan impor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper