Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi Perlu Akselerasi Belanja Pemerintah usai BI Rate Ditahan

Kinerja belanja pemerintah perlu akselerasi untuk menopang kebijakan moneter yang mulai longgar dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi Tanah Air.
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja belanja pemerintah perlu akselerasi untuk menopang kebijakan moneter yang mulai longgar dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/LPPI Ryan Kiryanto mengungkapkan ketika kebijakan moneter melalui jalur BI Rate sudah on the right track, maka terbuka ruang melanjutkan relaksasi kebijakan di jalur makroprudensial dan ruang ekspansi kredit. 

Alhasil, dari sisi supply pembiayaan tidak akan ada persoalan karena kondisi likuiditas secara agregat masih relatif memadai. 

“Sekarang tinggal mendorong sisi permintaan kredit oleh pelaku usaha dan rumah tangga, yang dalam hal ini diperlukan insentif dari jalur fiskal sebagai stimulus perekonomian,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (19/6/2025). 

Ryan memandang kebijakan fiskal yang bersifat countercyclical atau pro pertumbuhan menjadi penting dan strategis sekaligus selaras dengan upaya memperkuat bauran kebijakan antara fiskal dengan moneter. 

“Akselerasi serapan belanja pemerintah harus segera dikerjakan untuk menciptakan proyek-proyek baru yang bersifat padat modal dan padat karya sehingga memantik pengusaha untuk memulai dan melanjutkan kegiatan usahanya,” lanjutnya. 

Pasalnya, belanja negara baru mencapai Rp694,2 triliun atau setara 25,7% dari pagu sampai dengan akhir Mei 2025.

Melalui akselerasi tersebut, harapannya permintaan kredit perbankan meningkat disertai penggalian dana dari jalur pasar modal seperti menerbitkan saham, obligasi dan surat utang lainnya, sekaligus memperdalam pasar keuangan domestik dan meningkatkan likuiditas pasar keuangan domestik. 

Menurutnya, kebijakan pemerintah lainnya di luar kebijakan fiskal juga dibutuhkan untuk mengorkestrasi kebijakan harmonis yang pro pasar dan pro investor. 

“Dengan skenario yang demikian ini, diharapkan kebijakan moneter BI betul-betul efektif dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi,” tutur Ryan. 

Dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni yang diumumkan kemarin, memang Bank Indonesia (BI) memilih untuk menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,5% usai pemangkasan 25 bps pada bulan lalu. 

Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan bahwa cara Bank Indonesia mendorong ekonomi bukan hanya melalui BI Rate. 

Di mana kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan. 

Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.

Meski bulan ini bank sentral menahan BI Rate, namun Perry menuturkan bahwa pihaknya akan terus mencermati ruang penurunan BI Rate guna mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap mempertahankan inflasi sesuai dengan sasarannya dan stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper