Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mencari Konsensus Sistem Pajak Global yang Lebih Adil

Konsensus pajak global menjadi penting di tengah praktik penghindaran pajak korporasi multinasional ke negara safe haven hingga perkembangan ekonomi digital.
Ilustrasi pajak. Dok Freepik
Ilustrasi pajak. Dok Freepik

Pajak Global PBB

Selain Dua Pilar pajak global usulan OECD/G20 dan sistem side-by-side usulan AS, PBB juga sedang menegosiasikan Konvensi Kerja Sama Perpajakan Global atau United Nations Framework Convention on International Tax Cooperation.

Dikutip dari laman PBB, persetujuan negosiasi pembahasan Pajak Global tersebut diambil dalam rapat sesi ke-79 Majelis Umum PBB pada 27 November 2024.

Saat itu, delegasi dari Nigeria yang mewakili Grup Afrika mengusulkan draf berjudul “Promosi kerja sama pajak internasional yang inklusif dan efektif di Perserikatan Bangsa-Bangsa.” Komite Kedua PBB (Ekonomi dan Finansial) menyetujuinya draf usulan dari Nigeria tersebut.

Dalam proses jajak pendapat, tercatat sebanyak 125 negara mendukung, 9 negara menentang (Argentina, Australia, Kanada, Israel, Jepang, Selandia Baru, Republik Korea, Inggris, Amerika Serikat), dan 46 negara abstain.

Dalam draf tersebut, disetujui komite negosiasi antarnegara akan bertemu pada 2025, 2026, dan 2027 untuk membahas konvensi kerja sama perpajakan global selama paling sedikit tiga kali.

Pertemuan pertama diadakan di New York pada 3—6 Februari 2025. Nantinya, komite antarnegara PBB tersebut akan menyusun draf Konvensi Kerja Sama Perpajakan Global PBB.

Adapun, PBB menegaskan Konvensi Kerja Sama Perpajakan Global bertujuan untuk membantu negara-negara di seluruh dunia meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara.

Wakil Sekretaris Jenderal untuk Pembangunan Ekonomi dan Sosial PBB Junhua Li menyatakan konvensi tersebut akan memastikan perusahaan multinasional raksasa membayar pajak secara adil, terlepas dari lokasi operasi mereka.

Dengan demikian, semua negara tanpa terkecuali dapat mendapatkan penerimaan pajak yang signifikan bagi banyak negara terutama negara-negara berkembang.

"Mata pencaharian dan masa depan miliaran orang bergantung pada kemampuan pemerintah untuk membiayai infrastruktur dasar, pendidikan, layanan kesehatan, dan aksi iklim," kata Li pada Agustus 2024.

Halaman
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper