Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Kian Keras, Uni Eropa Kaji Ulang Strategi Hadapi Tarif Dagang AS

Uni Eropa pertimbangkan langkah balasan jika negosiasi dagang dengan AS gagal sebelum 1 Agustus 2025, akibat tarif tinggi yang diusulkan Trump.
Bendera Uni Eropa berkibar di luar kantor pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman, 26 April 2018. REUTERS/Kai Pfaffenbach
Bendera Uni Eropa berkibar di luar kantor pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman, 26 April 2018. REUTERS/Kai Pfaffenbach

Bisnis.com, JAKARTA — Para duta besar Uni Eropa dijadwalkan bertemu dalam pekan ini guna menyusun respons balasan apabila negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) gagal mencapai kesepakatan menjelang tenggat 1 Agustus 2025. 

Posisi Presiden AS Donald Trump yang semakin keras dinilai meningkatkan risiko skenario tanpa kesepakatan (no-deal).

Melansir Bloomberg pada Senin (21/7/2025), meski preferensi utama tetap melanjutkan jalur dialog dengan Washington demi menghindari kebuntuan, sumber yang mengetahui langsung proses tersebut menyebutkan bahwa perundingan di Washington pekan lalu belum menunjukkan kemajuan signifikan. Negosiasi dijadwalkan berlanjut selama dua pekan ke depan.

AS kini disebut menginginkan tarif universal atas barang-barang dari Uni Eropa dengan besaran lebih dari 10%, dengan pengecualian yang makin terbatas pada sektor tertentu seperti penerbangan, beberapa alat kesehatan, obat generik, minuman keras tertentu, serta jenis peralatan industri tertentu yang dibutuhkan AS.

Juru bicara Komisi Eropa, yang bertanggung jawab atas kebijakan perdagangan Uni Eropa, menolak berkomentar terkait proses negosiasi yang sedang berlangsung.

Kedua pihak juga dilaporkan membahas kemungkinan batas kuantitatif (quota) untuk sektor baja dan aluminium, serta upaya untuk membatasi rantai pasok dari negara-negara yang melakukan kelebihan pasokan terhadap komoditas tersebut. Namun, sumber tersebut menegaskan bahwa setiap kesepakatan tetap harus mendapatkan persetujuan akhir dari Trump, yang sikapnya dinilai masih belum jelas.

Sementara itu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dalam program Face the Nation di CBS masih yakin kesepakatan akan tercapai. 

"Saya pikir negara-negara mitra akan menyadari bahwa membuka pasar mereka untuk Amerika Serikat jauh lebih baik daripada membayar tarif yang tinggi," ujarnya.

Lutnick mengungkapkan dirinya berbicara langsung dengan negosiator Uni Eropa pada Minggu pagi waktu setempat.

Surat Trump

Trump sebelumnya mengirim surat resmi ke Uni Eropa awal bulan ini, memperingatkan bahwa blok tersebut akan dikenai tarif 30% atas sebagian besar ekspornya ke AS mulai 1 Agustus. Selain tarif universal, AS telah memberlakukan tarif 25% atas mobil dan suku cadang, serta tarif dua kali lipat untuk baja dan aluminium.

Trump juga mengancam akan menargetkan sektor farmasi dan semikonduktor dengan tarif baru pada bulan depan. Tak hanya itu, AS juga mengumumkan tarif 50% terhadap komoditas tembaga. Menurut perkiraan Uni Eropa, total nilai ekspor blok tersebut yang kini telah dikenai tarif AS mencapai €380 miliar (US$442 miliar), atau sekitar 70% dari total ekspor UE ke AS.

Sebelum surat tersebut dikirim, Uni Eropa sempat optimistis bahwa kerangka awal kesepakatan bisa disusun berdasarkan tarif universal 10% atas sebagian besar barang ekspor ke AS.

UE berharap mendapat pengecualian yang lebih luas dibandingkan yang ditawarkan AS, serta perlindungan dari potensi pengenaan tarif sektoral di masa mendatang. Meskipun sejak awal menyadari bahwa kesepakatan apa pun kemungkinan akan menguntungkan AS secara asimetris, Uni Eropa berencana mengevaluasi ketimpangan dalam kesepakatan secara keseluruhan sebelum memutuskan langkah balasan.

Tingkat kesiapan negara anggota dalam menerima dampak ekonomi berbeda-beda. Beberapa negara dilaporkan terbuka pada tarif lebih tinggi selama ada cukup banyak pengecualian yang diperoleh.

Selain tarif, kesepakatan dagang juga mencakup pembahasan hambatan non-tarif, kerja sama keamanan ekonomi, konsultasi perdagangan digital, dan pengadaan strategis.

Siap Bertindak Cepat

Dengan waktu yang semakin sempit dan peluang kesepakatan yang menipis, Uni Eropa diperkirakan akan mulai menyiapkan rencana darurat jika negosiasi gagal mencapai hasil, menurut sejumlah sumber.

Setiap keputusan untuk melakukan aksi balasan kemungkinan membutuhkan persetujuan politik dari para pemimpin negara anggota karena taruhannya sangat besar.

Langkah balasan berskala besar dapat memperlebar jurang konflik perdagangan transatlantik, terutama setelah Trump memperingatkan bahwa aksi pembalasan terhadap kepentingan AS hanya akan memicu tindakan yang lebih keras dari pemerintahannya.

Blok Eropa sejauh ini telah menyetujui tarif balasan senilai €21 miliar atas barang-barang AS sebagai respons terhadap kebijakan tarif logam Trump. Sasaran utamanya adalah negara-negara bagian AS yang sensitif secara politik, termasuk produk seperti kedelai, hasil pertanian lain, unggas, dan sepeda motor.

UE juga telah menyiapkan daftar tarif tambahan atas produk AS senilai €72 miliar, sebagai respons terhadap tarif timbal balik dan bea otomotif. Produk yang menjadi target termasuk pesawat buatan Boeing Co., mobil asal AS, dan bourbon whiskey.

Selain tarif, Uni Eropa juga tengah mengkaji langkah-langkah tambahan seperti kontrol ekspor dan pembatasan kontrak pengadaan publik.

Instrumen Anti Paksaan

Adapun, kini semakin banyak negara anggota Uni Eropa yang mendesak aktivasi instrumen perdagangan paling kuat blok tersebut, yakni anti-coercion instrument (ACI), jika Trump benar-benar melanjutkan ancaman tarif sepihak.

ACI memberi kewenangan luas bagi pejabat Uni Eropa untuk mengambil tindakan balasan. Langkah ini bisa mencakup pajak baru terhadap raksasa teknologi AS, pembatasan investasi asal AS di kawasan Eropa, hingga pelarangan partisipasi perusahaan AS dalam proyek-proyek pengadaan pemerintah.

ACI dirancang sebagai alat pencegah utama, sekaligus sebagai respons terhadap tekanan ekonomi dari negara ketiga yang mencoba mempengaruhi kebijakan kedaulatan UE atau negara anggotanya melalui ancaman perdagangan.

Komisi Eropa berwenang mengusulkan penggunaan ACI, tetapi keputusan untuk mengaktifkannya tetap berada di tangan negara anggota, yang juga bertugas menilai apakah ada unsur koersi dalam kasus tertentu. Sepanjang proses, Uni Eropa tetap membuka jalur dialog dengan pihak yang dianggap melakukan tekanan.

Para negara anggota dilaporkan telah menerima paparan status terakhir perundingan perdagangan dengan AS pada Jumat (18/7/2025) pekan lalu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro