Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump untuk Malaysia Cs Setara RI 19%, Ancam Ekspor Produk Lokal?

Tarif impor AS 19% untuk produk Malaysia, Thailand, dan Kamboja setara RI. Persaingan ekspor ASEAN ke AS kembali setara, dorong cari pasar alternatif.
Ilustrasi. Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ilustrasi. Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ringkasan Berita
  • Produk ekspor Indonesia menghadapi persaingan ketat di pasar AS setelah negara-negara Asean mendapatkan tarif resiprokal yang sama sebesar 19%.
  • Penurunan tarif ini belum memberikan manfaat signifikan bagi Indonesia karena negara-negara Asean lainnya juga mengalami penurunan tarif serupa.
  • Indonesia didorong untuk mencari pasar alternatif di luar AS dan China untuk memperkuat perdagangan, mengingat kesepakatan tarif bersifat dinamis dan dapat berubah.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA - Daya saing produk Indonesia kini kembali diuji di pasar AS setelah negara-negara Asean mendapatkan penurunan tarif resiprokal yang sama dengan Indonesia yakni 19%.

Head of Center of Industry, Trade and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan negara-negara kompetitor Indonesia kini mendapatkan tarif yang sama sehingga persaingan ekspor produk unggulan kembali setara.

"Ini membawa kembali level playing field dalam ekspor produk-produk unggulan khususnya yang dari Indonesia karena persaingan di level Asean untuk masuk ke pasar ekspor AS kembali sama," kata Andry kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025). 

Adapun, Malaysia, Filipina, Kamboja, Thailand, Kamboja dan Indonesia mendapatkan tarif bea masuk ke AS sebesar 19%. Sementara itu, Vietnam dikenakan tarif 20%, kecuali produk transshipment

Untuk itu, penurunan tarif untuk negara sejawat juga perlu diwaspadai. Apalagi, Indonesia sudah banyak berkomitmen kerja sama perdagangan dengan AS. 

"Kita belum bisa mendapatkan manfaat yang cukup besar untuk komoditas yang kita ekspor khususnya ke pasar ekspor AS, karena kurang lebih produknya sama ya hampir sama. Kalau kita berbicara tekstil, pakaian, alas kaki, kurang lebih negara-negara Asean ini bisa mengirimkan gitu," tuturnya. 

Dalam hal ini, dia melihat manfaat dari penurunan tarif ke 19% belum tampak signifikan. Sebab, negara-negara lain juga mengalami penurunan yang kurang lebih sama dikisaran 15%-19%. 

"Kembali lagi menurut saya ini bukan hal yang baik bagi Indonesia, tetapi tentu kita harus tetap memberikan pemenuhan terhadap komitmen, karena kita juga tidak pernah tahu ya tarif ini akan berubah lagi atau tidak," jelasnya. 

Untuk itu, Indonesia didorong untuk mencari pasar alternatif selain AS ke pasar non tradisional. Sebab, kesepakatan tarif ini bersifat dinamis dan besar kemungkinan untuk berubah. 

"Jadi sekarang waktunya menurut saya karena sudah di-PHP, tidak ada hal lain yang harus dilakukan selain mempersiapkan fasilitasi perdagangan, misi dagang ke negara-negara non-AS, non-China ya, negara-negara baru yang bisa jadi seperti UN-Europa ya, kita bisa memperkuat perdagangan kita juga di sana," pungkasnya. 

Sebagai informasi, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan memberlakukan tarif impor sebesar 19% terhadap produk ekspor asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja.  

Besaran tarif tersebut tercantum dalam perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada Kamis (31/7/2025) waktu setempat, menjelang tenggat 1 Agustus yang dia tetapkan bagi negara-negara mitra untuk merundingkan kerangka kerja perdagangan dengan pemerintahannya. Besaran tarif untuk Malaysia lebih rendah dari ancaman tarif 25% yang disampaikan pada Juli lalu. 

Adapun, sebelumnya Thailand dan Kamboja diancam tarif sebesar 36%.  Tarif yang dikenakan ketiga negara tersebut sama dengan pungutan yang diberikan ke Indonesia dan Filipina yang telah lebih dulu merampungkan kesepakatan perdagangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro