Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN.
Pasal 2 PMK tersebut menekankan bahwa efisiensi belanja dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah. Cakupan anggaran belanja yang terdampak efisiensi antara lain anggaran belanja kementerian atau lembaga, dan efisiensi transfer ke daerah.
"Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi beleid yang dikutip, Rabu (6/8/2025).
Menariknya di dalam beleid itu, Sri Mulyani tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang diefisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025.
Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain, alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.
Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan;
bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.
Baca Juga
Meski demikian, aturan baru tersebut juga tidak menyebut secara spesifik berapa nilai besaran anggaran yang terdampak efisiensi. PMK itu hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden.
Selain itu, meski tetap merujuk kepada kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh presiden, Menteri Keuangan berhak menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian dan lembaga.
Beleid efisiensi itu juga memerintahkan kepada kementerian dan lembaga untuk mengidentifikasi rencana efisiensi belanja.
Identifikasi rencana efisiensi anggaran belanja dilakukan melalui identifikasi
jenis belanja, item belanja, atau sumber dana. Sumber dana yang dimaksud beleid ini bisa dari pinjaman hibah, rumah murni pendamping, PNBP BLU dan SBSN.
Namun yang jelas dalam beleid baru tersebut, Sri Mulyani menekankan bahwa apabila hasil identifikasi jenis belanja, item belanja, atau sumber dana tidak dapat memenuhi besaran efisiensi, kementerian atau lembaga dapat melakukan penyesuaian.
Penyesuaian itu dapat dilakukan dengan ketentuan besaran efisiensi anggaran belanja kementerian atau lembaga tidak berubah, memastikan ketersediaan anggaran untuk pemenuhan Belanja Pegawai, Penyelenggaraan Operasional Kantor, Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Dasar, dan pelaksanaan Pelayanan Publik, efisiensi dilakukan pada seluruh item belanja, dan menghindari adanya pengurangan pegawai non aparatur sipil negara yang telah bekerja kecuali karena berakhirnya perikatan kontrak.
"Rencana efisiensi anggaran belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 disampaikan kepada mitra Komisi
Dewan Perwakilan Rakyat terkait untuk mendapat persetujuan, sepanjang dipersyaratkan sesuai dengan kebijakan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan."
Selain itu, efisiensi tersebut juga perlu mempertimbangkan pencapaian target penerimaan perpajakan.
Revisi Anggaran
Adapun, jika efisiensi telah ditentukan, maka kementerian dan lembaga bisa mengajukan revisi anggaran ke Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan alias Kemenkeu.
Adapun dalam revisi tersebut Kemenkeu akan melakukan penelaahan dengan mempertimbangkan empat hal. Pertama,
mempertimbangkan besaran efisiensi anggaran belanja untuk masing-masing kementerian lembaga yang telah mendapat persetujuan DPR.
Kedua, memastikan ketersediaan anggaran untuk pemenuhan Belanja Pegawai, Penyelenggaraan Operasional Kantor,
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Dasar, dan
pelaksanaan Pelayanan Publik. Ketiga, efisiensi dilakukan pada seluruh item belanja. Keempat, menghindari adanya pengurangan pegawai non aparatur sipil negara yang telah bekerja kecuali karena berakhirnya perikatan atau kontrak.
Nantinya setelah proses telaah selesai, pemerintah akan membuka atau memblokir anggaran yang diefisiensi.
Adapun PMK itu juga memberikan kewenangan Menkeu akan melakukan pembukaan blokir. Mekanismenya, menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran setelah mendapatkan arahan presiden menyampaikan permintaan pembukaan blokir hasil efisiensi kepada menteri keuangan.
Namun demikian, menkeu akan
memberikan persetujuan pembukaan blokir hasil efisiensi anggaran belanja hanya untuk belanja pegawai, penyelenggaraan operasional kantor, pelaksanaan tugas dan fungsi dasar, dan pelaksanaan pelayanan publik; kegiatan prioritas presiden; kegiatan yang dilakukan untuk menambah penerimaan negara.