Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Kebut Negosiasi Perjanjian Dagang, Ekonom Wanti-Wanti Soal Ini

Pemerintah RI percepat negosiasi 4 perjanjian dagang hingga 2025. Core Indonesia ingatkan pentingnya perhitungan matang agar ekonomi tumbuh optimal.
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Ringkasan Berita
  • Pemerintah Indonesia mempercepat negosiasi empat perjanjian dagang untuk memperluas pasar ekspor pada 2025, termasuk dengan Peru, Uni Eropa, Kanada, dan Uni Ekonomi Eurasia.
  • Core Indonesia mengingatkan pentingnya perhitungan matang dalam perjanjian dagang agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, dengan fokus pada target ekspor, produk, dan daya saing.
  • Pemerintah disarankan untuk mengevaluasi kesepakatan dagang yang ada dan fokus pada impor bahan baku untuk produksi, bukan produk jadi yang bersaing dengan produk lokal.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Center of Reform on Economics (Core) Indonesia mewanti-wanti percepatan perjanjian perdagangan yang tengah digeber pemerintah justru akan menimbulkan malapetaka terhadap pertumbuhan ekonomi, jika tak diperhitungkan dengan matang.

Seperti diketahui, pemerintah tengah mempercepat empat perjanjian dagang pada 2025 untuk memperluas pasar ekspor.

Secara terperinci, Indonesia—Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement (IP—CEPA), Indonesia—European Union CEPA (IEU—CEPA), Indonesia—Kanada CEPA, dan Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia—Uni Ekonomi Eurasia (I—EAEU FTA).

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal menilai pemerintah perlu melakukan perjanjian dagang secara terukur dan matang, mulai dari target ekspor, produk yang akan diekspor, hingga daya saing saat produk tersebut diekspor.

Dia menjelaskan, perhitungan yang matang ini diperlukan agar Indonesia bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal dari ekspor ke mitra dagang.

“Itu harus diperhitungkan, karena kalau tidak makin lama peran daripada kesepakatan dagang itu alih-alih mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi malah bisa memperlambat [pertumbuhan ekonomi],” kata Faisal, Jumat (8/8/2025).

Begitu pula dari sisi komoditas maupun barang yang akan diimpor Indonesia dari negara mitra. Dalam hal ini, pemerintah perlu memetakan dan mengkalkulasinya secara matang.

“Harapannya adalah kita mendapatkan impor itu terutama untuk produk-produk bahan baku untuk produksi, kita berproduksi yang lebih murah, sehingga meningkatkan aktivitas produksi di Tanah Air,” ucapnya.

Dalam hal ini, Faisal berharap fokus Indonesia bukan terhadap impor produk jadi atau produk barang konsumsi, terutama barang yang telah diproduksi di dalam negeri. Sebab, jika ini terjadi maka barang jadi impor itu justru akan bersaing dengan produk lokal.

Terlebih, dia menyampaikan bahwa pemerintah harus mendorong agar barang dari sisi produksi menjadi lebih murah yang pada akhirnya bisa diekspor ke mancanegara.

“Jadi harus ada kalkulasi itu. Kita harus jelas dulu, karena selama ini kebanyakan itu tidak terlalu detail perhitungan itu,” ujarnya.

Core juga menyarankan agar pemerintah mengevaluasi kesepakatan dagang eksisting, baik dari sisi peluang maupun tantangan.

“Kalau kemudian ada banyak kekurangan dalam hal misalnya pemanfaatan kesepakatan dagang, kita perlu evaluasi dulu dong kenapa itu terjadi,” imbuhnya.

Sebab, lanjut Faisal, jika hal itu tidak dilakukan maka artinya Indonesia tidak bisa mendapatkan peluang dari perjanjian dagang.

“Itu kan harus dievaluasi dulu sebelum kita menandatangani yang baru. Karena kalau tidak, jadinya dalam setiap kali kita menandatangani perjanjian dagang, alih-alih mendapatkan keuntungan atau net benefit kita, malah bisa jadi net loss,” tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro