Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Gelas/Kaca Indonesia (APGI) menyebut, kondisi pasokan gas yang diterima industri saat ini masih dibatasi 48% pemakaian maksimum. Untuk itu, industri terpaksa menggunakan sumber energi alternatif.
Sejak 13 Agustus 2025, pelaku industri di wilayah Sumatra dan Jawa Barat mengeluhkan tekanan gas yang turun sehingga pabrik tidak dapat berproduksi normal. Namun, saat ini tekanan penyaluran gas disebut sudah membaik dibandingkan pekan lalu.
Ketua Umum APGI Henry T Susanto mengatakan, pelaku industri juga dikenakan harga gas regasifikasi jika melebihi penggunaan volume 48% senilai US$14,8 per MMBtu. Hal ini meningkatkan ongkos produksi di industri pengolahan.
“Pada 13 Agustus 2025, supply gas sampai terhenti di beberapa pabrik anggota kami. Sekarang sebagian tekanan penyaluran gas ke anggota kami sudah membaik dan kembali normal, tetapi sebagian masih belum membaik,” kata Henry kepada Bisnis, Selasa (19/8/2025).
Meski saat ini tekanan gas berangsur normal, pembatasan volume 48% masih berjalan. Padahal, 50%-60% pemakaian gas di pabrik gelas untuk menyalakan tungku pembakaran.
Dengan kuota pemakaian gas 48%, pihaknya hanya dapat menyalakan tungku pembakaran tanpa bisa berproduksi. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka anggota APGI akan terpaksa merumahkan karyawan.
Baca Juga
"Sebagian pabrik yang mempunyai fasilitas dual fuel terpaksa memakai bahan bakar alternatif seperti residu atau solar. Walaupun hasilnya tidak optimal," tuturnya.
Untuk diketahui, industri gelas atau kaca mestinya mendapatkan volume gas dengan harga gas bumi tertentu (HGBT) sesuai dengan Kepmen ESDM No 76 K/2025 yakni US$7 per MMBtu.
Namun, terjadi pembatasan pemakaian gas murah tersebut oleh pemasok sehingga kelebihan penggunaan harus membayar surcharge 120% dari harga gas regasifikasi yang besarnya US$14,8 per MMBtu.
“Dampak terhentinya atau kurangnya supply gas ke anggota kami menyebabkan terhentinya produksi. Tungku pembakaran tidak mendapatkan gas sehingga temperatur turun dan mengancam robohnya tungku pembakaran yang biaya pembuatannya mahal dan merupakan investasi utama,” pungkasnya.