Bisnis.com, BULELENG--I Gde Pitana, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata Republik Indonesia menegaskan bahwa Kementerian Pariwisata tidak berkeinginan untuk mengembangkan pariwisata syariah di Bali.
Dia menjelaskan, munculnya istilah wisata syariah ketika Jero Wacik menjabat sebagai Menteri Pariwisata pada 2005 lalu mengembangkan pariwisata ziarah untuk memfasilitasi wisatawan yang biasa melakukan ziarah ke makam Wali Songo.
“Ziarah bukan hanya mengunjungi makam namun memerlukan juga kebutuhan untuk berziarah dengan nuansa Islami kemudian munculah istilah pariwisata syariah. Kami juga pernah berkomunikasi dengan Malaysia ternyata mereka tidak mau menggunakan pariwisata syariah karena menurut mereka istilah syariah kadang diartikan menakutkan dan akhirnya mereka memakai istilah muslim friendly tourism,” paparnya kepada media, Kamis (26/11/2015).
Dia menyatakan, kriteria pariwisata ramah muslim tersebut ada beberapa hal yang diinginkan yaitu makanan yang halal, kemudian di hotel ada tanda panah yang menunjukkan kiblat, ada perlengkapan ibadah, atau ada mushola.
“Adanya muslim friendly tourism ini dikarenakan jumlah wisatawan muslim dari Timur Tengah saja sekitar 28 juta per tahun, begitu juga Malaysia, India, dan Pakistan. Sedangkan untuk umat muslim Indonesia sekitar 100 juta yang melakukan perjalanan wisata dan dari pasar itu kami melakukan analisa studi komparatif di negara non muslim dan ternyata Thailand secara terprogram membuat paket wisata dengan kriteria wisata ramah muslim,” tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, Jepang juga mengembangkan pariwisata ramah muslim dengan menyediakan beberapa fasilitas untuk menarik wisatawan sehingga pihaknya pun sangat gencar mengembangkan pariwisata Indonesia yang sangat ramah dengan teman-teman muslim.
“Kami pun mengajak orang muslim untuk datang ke Indonesia yang ramah dengan wisatawan muslim serta mempunyai banyak makanan yang halal. Oleh karena itu beberapa industri dan pengusaha pariwisata menangkap peluang ini. Bahkan Indonesia mendapat 3 penghargaan yaitu the best hotel family halal oleh salah satu hotel di Jakarta, the best halal destination yang dimenangkan Lombok, dan the best halal honeymoon program yang juga dimenangkan Lombok,” ujarnya.
Pihaknya pun menjadikan penghargaan tersebut sebagai ajang untuk promosi. “Kami melihat pariwisata dan produknya ada, maka terserah pada industri untuk merespon pasar itu atau tidak, serta tidak ada keharusan dari kami bahwa hotel-hotel di Indonesia harus halal," tegasnya.
Dia menambahkan, prinsip yang dianut olehnya dalam mengembangkan pariwisata Indonesia adalah prinsip lokalitas yang berarti menghargai sekaligus menggunakan sumber daya lokal, baik itu alamnya, budayanya, maupun sumber daya manusianya.
“Di Bali pun prinsip tersebut tetap kami lakukan bahkan kami mendorong dan memperkuat Bali berdasarkan Perda Pariwisatanya yang dikembangkan adalah pariwisata budaya yakni budaya Bali yang bernafaskan agama Hindu, kami sangat berpegang pada Perda itu,” imbuhnya.
Kemenpar Tak Ingin Kembangkan Pariwisata Syariah di Bali
I Gde Pitana, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata Republik Indonesia menegaskan bahwa Kementerian Pariwisata tidak berkeinginan untuk mengembangkan pariwisata syariah di Bali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Natalia Indah Kartikaningrum
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
4 jam yang lalu
Kemendag Pastikan Minyakita Tidak Kena PPN 12%, tapi 11%
5 jam yang lalu