Adapun, alasan dari refinery adalah karena stok CPO refinery masih sangat tinggi karena ekspor belum lancar dan beban-beban yang dikenakan oleh pemerintah kepada CPO Indonesia menjadi pembenaran rendahnya harga CPO Indonesia. Menurut Gulat baik pabrik refinary atau PKS, beban-beban dari CPO tersebut yang menanggungnya adalah harga TBS Petani.
“Padahal menurut data yang kami terima, ekspor CPO dan turunannya untuk periode 1 sampai 30 Juni sudah terlaksana mencapai 2,6 Juta ton dan periode 1 sampai 7 Juni mencapai 500.000 ton,” ucapnya.
Atas dasar tersebut, Apkasindo meminta agar Kementerian Keuangan untuk meniadakan Pungutan Ekspor (PE) dan Bea Keluar (BK) untuk sementara waktu atau paling tidak menurunkan PE dari US$200 menjadi US$100 dan menurunkan BK dari US$288 menjadi US$100 serta menghapus Flush out US$200.
“Asumsi yang digunakan adalah jika beban CPO sudah diturunkan maka harga CPO domestik akan terangkat, harga TBS kembali baik, Ekspor akan kembali lancar, dan kondisi saat ini harga minyak bumi di atas harga CPO,” tegas Gulat
Untuk menjaga supaya harga CPO global tidak terkoreksi (turun) akibat ekspor (stok CPO Indonesia), Apkasindo menyarankan supaya pemerintah meningkatkan konsumsi CPO dalam negeri melalui pemberlakukan mandatori biodisel dari B30 ke B40, supaya ketersediaan CPO dalam negeri yang diperkirakan mencapai 7 juta ton bisa segera terserap paling tidak 3 juta ton untuk peningkatan dari B30 ke B40.
Apkasindo pun meminta Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN melakukan pengawasan melekat kepada KPBN, supaya proses tender di KPBN patuh terhadap harga referensi Kementerian Perdagangan sebagaimana diatur dalam Permendag No.55 Tahun 2015 dan memastikan tidak ada yang mengambil keuntungan sepihak dimasa pemulihan ini.
Terakhir, Apkasindo meminta Kementerian Pertanian segera merevisi Permentan 01 Tahun 2018 tentang Tata Niaga TBS, karena ternyata Permentan ini hanya diperuntukkan bagi Petani yang bermitra.
“Faktanya luas kebun petani yang bermitra tidak lebih dari 7 persen dari total luas perkebunan rakyat yang 6,72 juta hektare, sisanya adalah petani swadaya yang melakukan usaha taninya secara mandiri dan menggunakan harga referensi kemendag untuk menjadi referensi perhitungan TBS,” ungkapnya.