Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontrak Bagi Hasil Tak Menarik, Beberapa Lapangan Migas Jalan di Tempat

Kementerian ESDM melaporkan terdapat lebih dari lima PSC terpaksa jalan di tempat lantaran terganjal isu keekonomian.
Blok migas/Ilustrasi
Blok migas/Ilustrasi

Bisnis.com, MANGUPURA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan sebagian lapangan minyak dan gas (migas) tidak dapat dikembangkan lantaran terkendala urusan keekonomian. 

Kendala investasi itu disebabkan karena kontrak bagi hasil atau production cost sharing (PSC) yang dinilai tidak menguntungkan bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). 

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad mengatakan, lebih dari lima PSC terpaksa jalan di tempat lantaran terganjal isu keekonomian tersebut. 

Noor menuturkan, saat ini beberapa KKKS tengah mengajukan permohonan insentif tambahan dan kemungkinan peralihan kontrak dari gross split rezim lama menjadi cost recovery.

Tidak bisa jalan karena belum ekonomis,” kata Noor saat ditemui di sela-sela agenda the 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas Industry 2023 (ICIUOG) di Badung, Bali, Kamis (21/9/2023).  

Kementerian ESDM mencatat sebagian lapangan yang mengalami kesulitan itu berasal dari portofolio milik PT Pertamina Hulu Energi, termasuk di dalamnya PT Pertamina Hulu Rokan. 

Selain itu, PT Medco Energi Internasional Tbk. yang memiliki Blok Corridor juga diketahui tengah mengajukan perubahan kontrak dari gross split menjadi cost recovery kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ini. 

“Bukan belum diputusin [soal tambahan insentif], saat ini lagi dibahas hari ini ada tiga wilayah kerja,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah SKK Migas Benny Lubiantara mengatakan, sebagian besar lapangan dengan kontrak bagi hasil gross split lama itu berada di lapangan-lapangan pengembangan PT Pertamina Hulu Energi (PHE).  

“Nah, sekarang ternyata begitu dihitung-hitung itu tidak ekonomis, kalau dulu hanya melanjutkan saja kan masih ekonomis, begitu ngebor ngembangin baru lagi itu keekonomian yang gross split kurang,” kata Benny saat ditemui Bisnis, Rabu (20/9/2023). 

Adapun, rezim gross split lama yang mayoritas dipegang PHE saat ini hasil dari beberapa lapangan migas terminasi yang diambil alih PHE. Beberapa lapangan yang menggunakan gross split lama ini, di antaranya Offshore North West Java, Sanga Sanga, East Kalimantan, dan Attaka.

Saat ini, Benny menuturkan, lembaganya bersama dengan PHE tengah berdiskusi ihwal tambahan insentif atau kemungkinan lain untuk mengubah kontrak bagi hasil itu menjadi cost recovery. Hanya saja, Benny mengatakan, lembaganya cenderung berhati-hati untuk mengubah ketentuan kontrak bagi hasil tersebut.  

Dia beralasan perubahan rezim kontrak lama itu mesti memiliki dasar hukum serta keuntungan yang jelas bagi pemerintah.

“Kemungkinan mereka ada yang balik ke cost recovery, SKK lihat mana yang kontraktor dipenuhi dan bagian negara juga dapat,” kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper