Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wacana Bea Masuk 200%, Indef Wanti-Wanti Harga Keramik Naik

Harga keramik lokal diprediksi naik signifikan apabila bea masuk antidumping (BMAD) diterapkan dengan tarif 100%-200%.
Karyawan mengawasi mesin proses pembuat keramik di pabrik milik PT Arwana Citramulia Tbk di Pasar Kemis, Tanggerang. Bisnis/Nurul Hidayat
Karyawan mengawasi mesin proses pembuat keramik di pabrik milik PT Arwana Citramulia Tbk di Pasar Kemis, Tanggerang. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Harga keramik lokal diprediksi naik signifikan apabila penerapan bea masuk antidumping (BMAD) berdasarkan hasil investigasi Komite Antidumping (KADI) diterapkan dengan tarif sekitar 100%-200%.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho mengatakan berdasarkan pemantauan di lapangan, rata-rata harga keramik porselen B1a (daya serap air antara 0-0,5%) asal China dengan ukuran 60x60 sebesar Rp75.000-Rp80.000 per meter persegi. 

"Dengan adanya BMAD itu naiknya bisa sampai Rp150.000-Rp225.000 per meter persegi," kata Andry dalam diskusi publik Indef di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

Sementara itu, Andry menyebutkan bahwa harga keramik porselen yang diproduksi dalam negeri pun cukup setara di kisaran Rp75.000 hingga Rp90.000 per meter persegi. Artinya, jenis produk ini masih cukup bersaing dari sisi harga.

Menurutnya, BMAD keramik dari perusahaan asal China akan memicu expected inflation atau kenaikan harga keramik porselen di masa depan yang telah terprediksi. Hal ini lantaran produsen akan menaikkan harga jual dan margin keuntungan akan meningkat. 

"Kenaikan dari harga ini di bawah BMAD kenaikannya sekitar Rp80.000 - Rp120.000 permeter persegi. Tinggal dikalikan luas ruangan. Jika kita biasanya mengeluarkan tidak sampai puluhan juta, sekarang harus mengeluarkan besaran tersebut kalau produknya tetap masuk ke Indonesia," jelasnya.

Sebelumnya, pihaknya mengungkap kekhawatirannya terkait dampak kebijakan ini terhadap konsumen dan industri secara keseluruhan. Indef menilai ada ketidakseimbangan antara tujuan melindungi produsen lokal dan kepentingan konsumen. 

Selain itu, Indef juga menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas dan kualitas produksi domestik sebagai solusi jangka panjang. Terlebih, Andry melihat adanya potensi ancaman impor ilegal yang kemungkinan besar terjadi untuk memenuhi kebutuhan pasar.

"Daripada menerapkan BMAD, sebaiknya pemerintah fokus pada upaya peningkatan daya saing produsen dalam negeri melalui berbagai program dan insentif," ujarnya.

Dampak negatif lainnya juga dapat menanti industri nasional, seperti retaliasi atau balasan dari China dengan membatasi perdagangan hingga peningkatan impor dari negara lain yang justru dapat merugikan menyebabkan kerugian bagi negara. 

Lebih lanjut, Andry menyatakan bahwa pengajuan pemohon BMAD belum merepresentasikan keseluruhan produsen domestik karena hanya merepresentasikan 26% dari produksi ubin keramik secara nasional.

"Hal ini bertentangan dengan Perjanjian Anti Dumping WTO yang mensyaratkan adanya major proportion dari total produksi domestik untuk pengajuan tersebut," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper