Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) buka suara mengenai pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.132/2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan.
Saat dikonfirmasi apakah BPDPKS akan berganti nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan dan tugasnya diperluas dari kelapa sawit bertambah menjadi kakao dan kelapa, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal Sutawijaya membenarkan hal tersebut.
“Seperti itu,” kata Achmad kepada Bisnis, Rabu (23/10/2024).
Sesuai dengan Perpres No.134/2024, Achmad menyebut bahwa tugas dan fungsi BPDPKS dalam Perpres No. 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 134) sudah tidak berlaku lagi.
Namun demikian, BPDPKS tetap menjalankan tugasnya sampai dengan ditetapkannya Badan Pengelola Dana Perkebunan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Adapun penetapan organisasi Badan Pengelola Dana Perkebunan dilakukan paling lama tiga bulan terhitung sejak Perpres ini diundangkan pada 18 Oktober 2024.
Baca Juga
Pemerintah melalui Perpres No.132/2024 resmi membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan. Badan Pengelola Dana Perkebunan nantinya tidak hanya mengatur komoditas kelapa sawit, tapi juga kakao dan kelapa.
Badan Pengelola Dana Perkebunan ini dibentuk untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan menyalurkan dana.
Dana bersumber dari pelaku usaha perkebunan kelapa sawit, kakao, dan kelapa, yang meliputi pungutan atas ekspor komoditas perkebunan dan/atau turunannya, dan iuran.
Melalui pasal 11 ayat 1, dijelaskan bahwa dana yang dihimpun akan dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan sumber daya manusia perkebunan, penelitian dan pengembangan perkebunan, promosi perkebunan, peremajaan perkebunan, serta sarana dan prasarana perkebunan.
“Penggunaan dana yang dihimpun untuk kepentingan termasuk dalam rangka pemenuhan hasil perkebunan untuk kebutuhan pangan, bahan bakar nabati, dan hilirisasi industri perkebunan,” bunyi dokumen tersebut, dikutip Rabu (23/10/2024).