Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jalan Panjang Menuju OECD, RI Siapkan Regulasi Pidanakan Suap Lintas Negara

Peran KPK tak hanya berhenti mencapai konvensi anti penyuapan tetapi berpartisipasi dalam menyiapkan regulasi anti korupsi untuk mendapatkan keanggotaan OECD.
Logo Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)/ oecd.org
Logo Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)/ oecd.org

Bisnis.com, JAKARTA — Penanganan suap lintas negara menjadi salah satu prasyarat Indonesia untuk meraih keanggotaan Organization for Economic Co-Operation dan Development (OECD). Hal itu diejawantahkan melalui aksesi ke konvensi anti penyuapan atau OECD Anti Bribery Convention.

Konvensi tersebut mewajibkan setiap negara yang melakukan aksesi untuk menetapkan penyuapan terhadap pejabat publik asing sebagai tindak pidana, baik individu maupun badan hukum, guna menjaga transparansi dan integritas dalam perdagangan global. Hal tersebut merupakan satu-satunya perjanjian internasional yang fokus untuk memerangi penyuapan transnasional dalam bisnis.

Di Indonesia, konsep penyuapan pejabat publik asing atau foreign bribery saat ini masih belum terlalu dikenal. Indonesia, yang kini menempuh proses keanggotaan OECD, belum memiliki instrumen hukum yang dapat memidanakan subjek dalam negeri terlibat penyuapan kepada pejabat publik negara asing. 

Proses aksesi konvensi anti penyuapan OECD meliputi penyusunan dan harmonisasi sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia. Salah satunya yakni Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal ini ditunjuk sebagai koordinator bidang antikorupsi Tim Nasional Persiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia dalam OECD. Lembaga antirasuah pun menggelar Lokakarya dan Diskusi Teknis Konvensi Anti Penyuapan pada 10 Februari hingga 14 Februari 2025. 

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan tujuan dari konvensi tersebut agar pelaku bisnis internasional bisa berkompetisi secara adil. Aksesi Indonesia ke konvensi tersebut sebagai langkah krusial dalam memperkuat sistem hukum nasional. 

"Ruh dari konvensi ini adalah agar pelaku bisnis internasional dapat berkompetisi secara adil dalam transaksi bisnis di suatu negara. Praktik suap dapat memberikan keuntungan tidak sah bagi pelaku bisnis dengan memperoleh kemudahan dari pejabat publik asing dalam membuka atau menjalankan usaha di negara tersebut," ujarnya dalam Lokakarya dan Diskusi Teknis Konvensi Anti Penyuapan OECD di Jakarta, Senin (10/1/2025).

Menurutnya, peran KPK tak hanya berhenti mencapai konvensi anti penyuapan saja tetapi juga akan berpartisipasi dalam menyiapkan regulasi anti korupsi yang dibutuhkan Indonesia untuk mendapatkan keanggotaan OECD. 

KPK bakal memastikan Indonesia bisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh OECD dan berhasil melalui evaluasi Working Group on Bribery (WGB) sebelum secara resmi mengaksesi konvensi tersebut.  

"Harapannya, apabila seluruh langkah ini telah diimplementasikan secara menyeluruh, maka angka penyimpangan perilaku korupsi dalam konteks bisnis transnasional, khususnya praktik suap, akan mengalami penurunan yang signifikan," kata Ketua KPK jilid VI itu. 

Untuk diketahui, terdapat 272 instrumen yang harus dipenuhi Indonesia berdasarkan peta jalan aksesi OECD dimana sebanyak 6 di antaranya berkaitan dengan persoalan antikorupsi. 

Konvensi anti penyuapan OECD lalu secara khusus mencakup 17 pasal yang mengatur berbagai aspek pemberantasan penyuapan, mulai dari kriminalisasi tindakan suap, pemidanaan korporasi, kerja sama internasional, hingga pemberian sanksi yang tegas. 

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menuturkan terdapat 5 pokok hal yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan konvensi anti penyuapan OECD.

Pertama, penyempurnaan Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Adapun penyempurnaan UU tidak hanya sebatas lingkup UU Tipikor yang kini hanya fokus pada penyelenggara negara saha. 

"Agar lebih dapat mengakomodasi penindakan terhadap praktik penyuapan yang semakin canggih termasuk dalam konteks perdagangan pengaruh korupsi yang melibatkan sektor swasta dan kini kita sedang berusaha memastikan kriminalisasi penyuapan terhadap pejabat publik asing," ucapnya. 

Kedua, peninjauan dan penyempurnaan regulasi keuangan guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan keuangan negara serta memperketat pengawasan terhadap aliran dana yang mencurigakan.

Ketiga, meningkatkan aksesibilitas publik untuk mengambil peran anti korupsi. 

Keempat, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum melalui pelatihan dan pemberdayaan lembaga penegak hukum seperti KPK, Polri dan Kejaksaan. 

Kelima, penguatan sistem audit dan pengawasan. Pemerintah bakal perlu meningkatkan fungsi audit baik eksternal maupun internal dalam mengawasi aliran keuangan dan kegiatan administratif dalam pemerintahan.

BUTUH WAKTU 4 TAHUN

Pemerintah Indonesia telah menerima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan dari Dewan OECD pada 29 Maret 2024. Sebelumnya, Indonesia secara resmi menyatakan intensinya untuk mendapatkan keanggotaan pada Juli 2023. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Pelaksana Tim Nasional OECD Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia akan menyiapkan initial momerandum yang merupakan kesesuaian terhadap 239 instrumen hukum OECD.  

Artinya, pemerintah akan menyelaraskan regulasi terhadap berbagai dokumen hukum di Indonesia dengan yang ada di OECD. Targetnya, initial momerandum itu akan bisa rampung pada kuartal I/2025 dan dibawa ke pertemuan Dewan Menteri OECD pada Juni 2025.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan beberapa negara yang mengajukan keanggotaan OECD menyelesaikan proses tersebut sekitar 3 hingga 4 tahun. Dia memperkirakan Indonesia bakal membutuhkan durasi waktu yang sama. 

"Proses ini beberapa negara makan waktu 3 sampai 4 tahun. Dan kita berharap Indonesia bisa menyelesaikan juga dalam waktu 3 sampai dengan 4 tahun," tuturnya.

Menurut Airlangga, Indonesia bakal menjadi negara pertama di Asean yang menjadi anggota OECD. Namun, dia mewanti-wanti agar jangan sampai Indonesia disalip oleh negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara. 

"Dengan Indonesia mendaftar di OECD, Thailand menyusul di belakang kita sehingga oleh karena itu jangan sampai kita disusul Thailand," terangnya. 

Adapun alasan pemerintah mendorong aksesi keanggotaan OECD yakni untuk meningkatkan investasi. Peningkatan penanaman modal terutama asing di Indonesia diharapkan bisa memacu pertumbuhan ekonomi, yang ditargetkan oleh Presiden Prabowo Subianto sebesar 8%. 

Sementara itu, Nicola Pinaud, Deputy Director Directorate for Financial and Enterprise Affairs Corruption Division OECD, mengapresiasi upaya aksesi keanggotaan Indonesia maupun terhadap konvensi anti penyuapan. 

Dia berharap Indonesia dapat menjadi negara pertama di Asia Tenggara dengan keanggotaan penuh di OECD. 

"Indonesia akan, dan kami berharap, menjadi negara Asia Tenggara pertama yang bergabung dengan OECD. Ini merupakan perkembangan alami dari kerja sama jangka panjang antara Indonesia dan OECD," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper