Bisnis.com, JAKARTA – Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) mengintai para pekerja di industri perhotelan imbas efisiensi anggaran pemerintah.
Merespons hal tersebut, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyampaikan sejauh ini pihaknya belum mendengar kabar adanya rencana PHK di sejumlah hotel.
"Nanti kami klarifikasi lagi dengan mereka [Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia/PHRI],” kata Widiyanti ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).
Dia mengakui, kebijakan efisiensi anggaran, sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025, memang dapat berdampak negatif terhadap industri perhotelan dalam negeri. Kendati begitu, dia meyakini dampak tersebut hanya bersifat sementara. “Memang ada dampak, tapi kami rasa itu akan sementara,” ujarnya.
Sebelumnya, Industri perhotelan dan restoran tengah mengantisipasi penurunan bisnis imbas efisiensi anggaran pemerintah. Pengusaha hotel dan restoran pun akan mengambil langkah efisiensi maupun penyesuaian untuk mempertahankan bisnisnya.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan daerah-daerah di luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan Nusa Tenggara sangat bergantung pada kegiatan pemerintah. Hal ini mengingat tidak banyak perusahaan swasta yang melakukan aktivitas ekonomi di daerah-daerah tersebut.
Baca Juga
Jika terjadi penurunan aktivitas di daerah-daerah tersebut, pengusaha kemungkinan akan menangguhkan sementara aktivitas kerja untuk pekerja harian maupun merekrut pekerja baru. Padahal, sektor ini berkontribusi positif terhadap pembukaan lapangan kerja.
“Kalau di sisi kami kan justru membuka lapangan pekerjaan, itu yang justru memicu pertumbuhan ekonomi,” ujar Maulana kepada Bisnis.
Penurunan bisnis hotel dan restoran, menurutnya, juga akan memberikan dampak rambatan ke pendapatan asli daerah (PAD).
“Tentu pertama PAD-nya akan menurun di setiap kota karena pajak hotel-restoran itu lima besar [sumber] pendapatan asli daerah,” tuturnya.