Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Manufaktur RI Rebound, Sri Mulyani Tetap Waspada Efek Perang Tarif Trump

Menteri Keuangan Sri Mulyani mewanti-wanti agar tetap mewaspadai efek kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap industri manufaktur nasional
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025)./Bisnis-Himawan L Nugraha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025)./Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mewanti-wanti dampak perang dagang lewat kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Sikap waspada ini tetap diperlukan meski manufaktur nasional berada pada fase ekspansif.

Pemulihan manufaktur RI tercerminkan dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur pada Februari 2025 yang ekspansi di level 53,6 atau naik 1,7 poin dari bulan sebelumnya 51,9 pada Januari. Sebelumnya, pada periode Juli-November 2024, PMI manufaktur RI yang berada di bawah batas indeks 50. 

"Kita mengalami dampak kontraktif, tetapi rebound, global juga sudah mulai pulih, Indonesia pulihnya lebih tajam dan lebih cepat dari sisi perbandingan peers maupun global," kata Sri Mulyani dalam dalam konferensi pers APBN KiTa Maret 2025, Kamis (13/3/2025). 

Meski tidak langsung, Indonesia disebut tetap harus berwaspada lantaran kebijakan tarif diberlakukan kepada negara yang surplus dagang ke AS. Adapun, Indonesia tercatat berada di posisi ke-15 negara yang surplus dagang terhadap Amerika senilai US$19,3 miliar. 

Artinya, Indonesia menjadi salah satu negara yang memicu defisit perdagangan AS pada 2024. Sri Mulyani menyebut PMI manufaktur Indonesia menunjukkan tingkat ekspansi tinggi di tengah kondisi kecemasan negara-negara lain yang juga berpotensi terkena kebijakan tarif seperti China, Vietnam, dan lainnya. 

"Ini menjadi landasan bahwa terlepas dari berbagai banyaknya perang di bidang ekonomi melalui penerapan tarif, dan tarifnya itu enggak hanya 5%, naiknya 25% jadi itu syok untuk kegiatan manufaktur. Tapi Indonesia mampu rebound recover dari PMI kita di level 53,6 ini mungkin paling sama bullish-nya itu sekarang dengan India di 56,3," tuturnya. 

Lebih lanjut, dia menerangkan, saat ini hampir seluruh negara mengalami dampak aktivitas manufaktur yang dipengaruhi gangguan rantai pasok dan risiko pengenaan tarif impor ke AS, khususnya untuk bahan baku. 

Menkeu RI itu juga menyoroti berbagai negara yang kontraksi mendalam di negara-negara Eropa yang telah terjadi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir seperti Jerman (46,5), Perancis (45,8). 

"Negara-negara lain kita juga lihat di sini, yang juga mengalami, Malaysia, Vietnam terpukul keras yang kemudian kita lihat aktivitas manufakturnya akan terdampak oleh perang dagang, karena ini perang dagang itu dampaknya langsung, baik ke manufaktur atau pertanian," pungkasnya. 

Dia juga menilai kegiatan manufaktur RI masih lebih baik dibandingkan negara-negara G20 seperti Brasil, Amerika Serikat, hingga China. Kendati demikian, dia tetap mendorong Indonesia untuk mewaspadai dampak dari perang ekonomi yang berlangsung. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper